Misteri Makam Tujua Karebosi

Lapangan Karebosi yang luasnya sekitar 11 hektar, yang kini telah direvitalisasi atas prakarsa Walikota Ilham Arief Sirajuddin, adalah ikon kota Makassar paling populer sepanjang sejarah. Disitu pula terdapat tujuh makam misterius yang muncul sejak abad ke-10, sebelum kerajaan Gowa-Tallo terbentuk. Sampai sekarang, tetap terpelihara, dan diziarahi banyak orang.....

Selengkapnya...



Misteri Makam Tujua Karebosi


Lapangan Karebosi yang luasnya sekitar 11 hektar, yang kini telah direvitalisasi atas prakarsa Walikota Ilham Arief Sirajuddin, adalah ikon kota Makassar paling populer sepanjang sejarah. Disitu pula terdapat tujuh makam misterius yang muncul sejak abad ke-10, sebelum kerajaan Gowa-Tallo terbentuk. Sampai sekarang, tetap terpelihara, dan diziarahi banyak orang.  
Walikota Ilham Arief Sirajuddin, menata lebih cantik dan lebih terhormat ke tujuh makam, sebagai bagian penting revitalisasi. Dua Walikota sebelumnya, HM Dg.Patompo dan Suwahyo, pernah meratakannya. Namun ke tujuh makam selalu muncul kembali.    
Di abad ke-10, terjadi kemarau panjang selama tujuh tahun. Akibatnya, paceklik mendera penduduk dari Gowa hingga Tallo. Kekacauan pun terjadi sepanjang kemarau. Lalu akhirnya turun hujan deras selama tujuh hari tujuh malam, desertai petir mengguncang dimana-mana.                        
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                             Pada hari ke delapan, hujan dan halilintar berhenti. Sisa rintik-rintik menyisakan gerimis halus dari langit, dan memunculkan pelangi dari arah timur. Karebosi sekejap menjadi kering, lalu keajaiban pun terjadi. Tiba-tiba disitu muncul tujuh gundukan tanah dalam posisi berjejer dari arah selatan ke utara, menyebarkan bau bunga yang harum. Baunya terasa dari jenis bunga pandan. Sejumlah penduduk di sekitar tempat itu, terperangah dan kaget. Selanjutnya, dari tujuh gundukan tanah, masing-masing muncul satu orang yang memakai gaun warna kuning keemasan. Jumlahnya tujuh orang. Namun ke tujuh orang tersebut hanya nampak sesaat, lalu menghilang entah kemana. Penduduk yang menyaksikan, semakin kaget, takjub, antara percaya dan tidak percaya atas apa yang mereka saksikan.
Tak ada yang tahu asal-muasal ketujuh orang yang muncul dari tujuh gundukan tanah itu. Namun masyarakat percaya, ke tujuh orang itu adalah Tumanurung (semacam dewa dalam mitologi Bugis Makassar) yang dikirim oleh Tuhan untuk memperbaiki negeri mereka.  
Tujuh orang tersebut, yang kemudian mereka sebut dengan nama ; Tujua, adalah sebagai Karaeng Angngerang Bosi atau Tuan yang Membawa Hujan.   
Dan dari situlah masyarakat waktu itu terinspirasi, dan memberi nama  Kanrobosi atas hamparan persawahan itu. Kanro berarti anugrah dari Tuhan. Dan Bosi berarti hujan. atau bisa juga bermakna kelimpahan. Hujan yang turun waktu itu, adalah limpahan anugrah Tuhan. Kanrobosi menjadi sawah kerajaan. Belanda lalu menguasainya. Namanya diubah jadi Koningsplein. Sejak Indonesia merdeka, namanya diubah menjadi Karebosi. 



Misteri Terungkap
Tujuh gundukan tanah di Karebosi, dapat dipastikan itu bukanlah kuburan. Bila disebut makam, julukan tersebut masih dapat diterima. Sebab makam dalam bahasa Arab, berarti suatu tanda bahwa di tempat itu bersemayam atau tersimpan sesuatu.
Ini dialog kecil ketika sore, jam 16.00 wita, Sabtu tanggal 4 April 2009, berlangsung rapat kecil-kecilan di kafe Ozone lantai 4 MTC Karebosi. Rapat diikuti tujuh orang awak redaksi Majalah MITOS.
Misi majalah ini, beritanya khusus digali dari mesteri kehidupan manusia serta kehidupan alam gaib dan dunia jin. Dalam rapat, dibahas tentang materi pemberitaan MITOS pada edisi perdana, yang direncanakan terbit bulan September 2009. Dan antara lain yang dipilih sebagai berita utama di edisi perdana, adalah misteri Makam Tujua di Karebosi.
Dalam pembahasan tentang Tujua tersebut, tiba-tiba ustaz Drs.Abd. Jabbar, pimpinan Yayasan Nurul Taqwa Sungguminasa, yang duduk sebagai Redaktur Khusus MITOS, menyatakan, selain Tujua, masih ada bentuk misteri lain yang ada di Karebosi, yang mungkin juga perlu diungkap.
Saat itulah tiba-tiba semua peserta rapat merasakan bulu kuduknya berdiri kencang. Sepertinya ada barang gaib yang turut bergabung. Ke tujuh peserta rapat nampak berwajah pucat. Bahkan pimpinan rapatnya sendiri, Usdar Nawawi – Pimred MITOS, terlihat berbicara diluar kontrol. Mereka saling tatap satu dengan yang lain. Drs.Moh. Supriyadi Syarifuddin, Wapimred MITOS, dengan wajah pucat menunjuk wajah Usdar dan berkata ; “Owe .. kenapa wajah bapak ini pucat sekali … “ sambil tertawa aneh. Alimijaya dan Sudarman Djoni ikut tersenyum aneh pula.  
Salah satu di antara peserta rapat mengatakan, sepertinya ada yang datang. Agaknya salah satu di antara Tujua bersama sejumlah pengawalnya. Mereka ingin mengetahui, mengapa rapat banyak membahas tentang Tujua.  
Peristiwa penting selanjutnya ialah, tatkala salah seorang peserta rapat, Redpel MITOS, Arwan D.Awing, dalam perjalanan pulang ke rumahnya di Sudiang sesudah magrib,  ternyata ada sesuatu yang mengikutinya. Gaib itu tak lain adalah salah satu dari Tujua. Dalam percakapan keduanya, terungkap rahasia yang dapat menjawab segala bentuk pertanyaan masyarakat selama berabad-abad tentang misteri Tujua.
Gaib tersebut menjelaskan pada Arwan, apabila Tujua mau ditulis untuk diketahui manusia, jangan dilebih-lebihkan, dan jangan pula dikurang-kurangi. Selain itu, dia minta agar makamnya di Karebosi  diziarahi pada hari Jumat tanggal 10 April 2009. Bila datang berziarah, jangan membawa bunga. Sebab, katanya, orang yang dibawakan bunga hanya orang yang sudah meninggal. Sedang Tujua bukan orang mati, melainkan adalah bangsa jin  yang masih hidup. Dia cuma minta agar masing-masing makam dibacakan surah Al Fatihah satu kali. Itu sudah cukup. Tim redaksi MITOS akhirnya berziarah ke makam Tujua di Karebosi,  Jumat 10 April 2009.
Sekedar catatan, Redpel MITOS, Arwan D.Awing, sejak usia 4 tahun sudah terbiasa berkomunikasi dengan bangsa jin. Sudah ribuan jin dia islamkan. Bahkan dia pernah mengobati jin yang sakit, dan pada kesempatan lain, dia pernah menikahkan sepasang jin.
Dalam dialog Karaeng Tu Mabbicarayya dengan Arwan itulah terungkap, bahwa Tujua di Karebosi, nama-namanya adalah sebagai berikut, sesuai urutan letak makam dari selatan ke utara :

  1. Karaeng Tu Mabellayya 
  2. Karaeng Tu Mabbicarayya
  3. Karaeng Tu Maccinika
  4. Karaeng Bainea
  5. Karaeng Tu Nipallanggayya
  6. Karaeng Tu Apparumbu Pepeka
  7. Karaeng Tu Angngerang Bosia    

Seorang peserta rapat lainnya yang tinggal di Bumi Antang Permai, Muh. Zardi Z.Sirathak, malam itu juga merasa diikuti oleh salah satu dari Tujua, sampai ke rumahnya di blok 4. Pria lajang yang sedang memperdalam ilmunya tentang dunia gaib ini, sampai pagi tidak bisa tidur,  lantaran bulu kuduknya terus-terus merinding. Sekitar jam 02.00 dinihari, dia paksa memejamkan mata, namun hanya beberapa saat tiba-tiba muncul bau kemenyan. Zardi buka mata, dan diapun menyaksikan dirinya sedang dikelilingi tujuh orang berpakaian putih. Satu diantaranya, wanita. Petunjuk yang dapat dia ditangkap, ketujuh orang ini, tak lain adalah gaib Tujua di Karebosi. Anehnya, Zardi tidak merasa takut sedikitpun. 
Besok malamnya, peristiwa serupa terulang lagi. Pada jam 02.00 dinihari, ke tujuh orang itu datang lagi, Hanya pakaiannya berganti. Mereka mengenakan pakaian adat Bugis-Makassar. Yang wanita mengenakan baju bodo. Zardi duduk bersila diatas tempat tidurnya, dan dikelilingi ke tujuh orang tersebut dalam hitungan detik. Namun auranya dia rasakan sampai pagi dalam keadaan tak bisa tidur.
Dari hasil komunikasi lebih mendalam melalui meditasi tim gaib MITOS, diperoleh keterangan dari Karaeng Tu Mabbicarayya, bahwa Tujua, sebenar-benarnya adalah jenis mahluk halus dari bangsa jin. Mereka sering juga disebut mahluk gaib. Gaib artinya sesuatu yang ada tetapi tidak terlihat oleh manusia. Sebagaimana diketahui di dalam Al Qur’an. bahwa, Tuhan menciptakan jin dan manusia di muka bumi ini. Manusia yang diciptakan Tuhan untuk menghuni permukaan bumi, tercipta dari unsur tanah, memiliki tubuh kasar serta dapat terlihat nyata. Manusia menjalani kehidupan di alam nyata pula. Sedangkan bangsa jin yang hidup di sekitar manusia, namun pada dimensi yang berbeda. Mereka berada pada dimensi alam gaib. Tidak nyata. Seseorang bisa saja melihat bangsa jin dalam kondisi tertentu, misalnya ketika dimensi penglihatan gaibnya sedang terbuka. Atau bisa juga karena dia pun ilmu khusus yang dapat melihat bangsa jin. Sebaliknya, keberadaan bangsa jin, justeru leluasa bisa melihat segala gerak-gerik manusia. Sedang manusia tidak bisa leluasa melihat bangsa jin.
Namun, manusia dan jin sering bekerjasama untuk suatu kepentingan tertentu. Ini sudah berlangsung sejak dulu, dan sampai di zaman teknologi canggih ini, kerjasama antara jin dan manusia bahkan semakin intens.
Pada Pemilu Legislatif misalnya, atau pada sejumlah Pilkada Bupati, Walikota, Gubernur, dan bahkan pada Pemilihan Presiden, bangsa jin yang memiliki kemampuan ilmu tertentu, banyak dimanfaatkan dalam kepentingan pemilu. Apakah jin dimanfaatkan untuk melihat sejauhmana seseorang itu dapat menang atau bisa kalah. Atau juga dimanfaatkan dalam mempengaruhi calon pemilih, sehingga seseorang dapat memenangkan pemilihan. Pekerjaan seperti ini, seringkali memanfaatkan jasa paranormal. Mereka inilah yang sering tampil menjadi mediator kepentingan antara jin dan manusia.  Untuk mencelalakakan seseorang, misalnya dengan menggunakan ilmu hitam, juga adalah kerja yang memanfaatkan kekuatan bangsa jin, biasanya di Sulsel disebut Doti atau guna-guna. Selain itu, ada pula ilmu mengejar kekayaan, yakni lmu Pattiro Kanja’, Babi Ngepet, dan seterusnya,  yang semuanya adalah hasil kerja bareng antara manusia dengan jin. Biasanya, bangsa jin yang merusak seperti ini, dalam pemahaman dunia Islam, adalah jenis bangsa jin dari golongan hitam, kafir atau iblis.              
Selain jin golongan hitam, terdapat pula jenis bangsa jin dari kalangan putih. Putih artinya suci, bersih, jauh dari perbuatan jahat, dosa, dan perbuatan yang merusak. Mereka umumnya menganut agama sebagaimana agama yang dianut oleh manusia. Maka itulah ada yang dari kelompok jin Kristen, jin Islam, atau kelompok jin dari agama lain.
Dari kalangan jin seperti ini, ada yang berperan sebagai ulama, pendeta, atau pemuka agama dalam dunia gaib. Mereka banyak memiliki perhatian bagi kepentingan dan kebaikan bangsa manusia. Mereka cenderung melakukan kerja-kerja perlindungan, bimbingan, ilmu, atau hal-hal yang bersangkut-paut dengan aktifitas manusia, yang mengarah pada kebaikan dan keselamatan dalam hidup dan kehidupan.
              Karebosi zaman sekarang (foto: MITOS)

                
Tempat Pertemuan
Terhadap Tujua di Karebosi, sesuai hasil komunikasi yang diperoleh, mereka termasuk bangsa jin golongan putih. Mereka adalah bangsa jin dengan ilmu agama dan ilmu sosial kemasyarakatan yang sangat tinggi.
Sesuai penjelasan secara gaib dari Karaeng Tu Mabbicarayya, ke tujuh jin tersebut sesungguhnya sudah menempati lokasi pada tujuh makam di Karebosi, jauh sebelum abad ke-10. Bahkan, sesungguhnya mereka sudah memilih tempat itu sebagai titik pertemuan untuk waktu-waktu tertentu, sejak adanya daratan disitu.
Ketika pada abad-abad permulaan, di tempat tersebut masih tertutup air laut.
Kemudian akibat proses sedimentasi dari Sungai Jeneberang, pada abad ke-5 areal Karebosi pun menjadi daratan. Maka pada abad ke-5 itulah Tujua mulai memilih tempat tersebut, sebelum manusia ada disitu.
Pada abad ke-10, daerah tersebut baru dihuni manusia. Lalu menyaksikan kejadian gaib, dimana Tujua memunculkan dirinya.
Dalam cerita yang selama ini berkembang, ke tujuh jin tersebut muncul hanya dalam waktu singkat, dengan mengenakan gaun warna kuning keemasan. Namun keterangan yang langsung diperoleh dari Karaeng Tu Mabbicarayya, pakaian yang dikenakan tersebut bukanlah gaun, tetapi adalah jubah warna kuning keemasan dan masing-masing memakai sorban yang juga berwarna kuning keemasan. Satu diantaranya adalah wanita, yakni Karaeng Bainea.
Mengapa kemunculannya hanya dapat dilihat sesaat oleh manusia pada waktu itu ? Sesungguhnya tidaklah demikian. Kemunculan Tujua bukan cuma sesaat pada waktu itu, tetapi cukup lama. Hanya saja orang-orang yang sempat melihatnya, dimensi penglihatan mereka yang hanya terbuka sesaat. Ketika dimensi penglihatan gaib mereka terbuka, merekapun dapat melihat Tujua keluar dari tujuh gundukan itu. Tapi kemudia hanya dalam hitungan detik, dimensi penglihatan gaib mereka kembali tertutup sehingga mata mereka tidak bisa lagi melihat aktifitas ke tujuh jin tersebut.
Sesungguhnya, seperti dijelaskan oleh Karaeng Tu Mabbicarayya, ke tujuh tokoh jin yang kharismatik itu, tidak secara terus-menerus bersemayam atau bertempat tinggal di makam tersebut. Ketujuh makam itu hanya dijadikan sebagai tempat pertemuan bagi mereka pada waktu-waktu tertentu. Apabila tidak ada pertemuan bagi mereka, maka mereka biasanya berada di tempat lain yang terpisah-pisah, dengan aktifitasnya masing-masing sesuai kewenangan dan keahlian yang mereka miliki ;
Namun demikian, setiap saat Makam Tujua dijaga puluhan ribu jin pengawal, meskipun ke tujuh petinggi Kerajaan Tujua itu masing-masing berada di tempat lain. Karena di Karebosi, dengan pusatnya di Makam Tujua, adalah pusat Kerajaan Tujua, yang berkuasa dalam dunia gaib di Asia Tenggara sampai ke Australia.


Karaeng Tu Mabellayya
Karaeng Tu Mabellayya (berkuasa sampai ke Australia), sesuai keterangan yang diperoleh dari Karaeng Tu Mabbicarayya, adalah pemimpin tertinggi di antara Tujua.
Karaeng Tu Mabellayya, adalah Raja Jin yang memiliki wilayah kekuasaan dalam dunia gaib di Asia Tenggara sampai ke benua Australia. Dalam setiap pergerakannya, dia selalu dikawal oleh puluhan ribu pasukan pengawal.
Setiap ada raja jin yang mau dilantik di suatu tempat, misalnya di Malaysia, Philipina, atau daerah-daerah yang ada di Indonesia, dan juga di Australia, maka yang datang melantik adalah Karaeng Tu Mabellayya. Apabila ada raja jin yang akan dilantik, maka harus mendapatkan persetujuan dari Karaeng Tumabellayya. Salah satu syarat yang harus dipenuhi bagi yang mau dilantik menjadi raja jin pada suatu daerah tertentu, adalah jin yang memiliki jiwa pemimpin (raja) dan disegani. Perangainya harus yang senantiasa mencerminkan kebaikan. Berahlak, bijaksana, dan taat menjalankan perintah agama Islam. Atau yang bersangkutan belum memeluk Islam, tetapi didalam perjanjian sang calon raja sudah menyatakan bersedia masuk Islam.
Alasan mengapa Tujua menganut agama Islam, oleh karena Islam adalah agama terakhir yang diturunkan Tuhan, dan Al Quran mengakui tiga kitab yang diturunkan Tuhan sebelumnya, yakni Kitab Zabur, Kitab Taurat, dan Kitab Injil.

Karaeng Tu Mabbicarayya
Karaeng Tu Mabbicarayya, mengemban tugas selaku Humas atau Pabbicara, dan tugas-tugas diplomasi dalam tata kekuasaan Karaeng Tu Mabellayya. Dalam setiap akan dilakukan pelantikan raja di suatu tempat. Sebelum prosesi pelantikan dilakukan, maka karaeng Tu Mabicarayya yang berperan melakukan komunikasi dengan para penguasa lokal setempat, dimana seorang raja jin akan dilantik.
Sebagai Pabbicara, atau yang berwenang menyampaikan pesan-pesan kerajaan, Karaeng Tu Mabbicarayya yang harus didengarkan lebih dulu, baik bagi raja yang akan dilantik maupun oleh Karaeng Tumabellayya selaku penguasa tertinggi yang akan melakukan pelantikan.          
Dalam hal kepentingan bangsa manusia pada kaitan kepentingan kerajaan Tujua, misalnya ada seorang pimpinan kelompok perguruan yang bermaksud berkomunikasi dengan Tujua, maka yang berwenang melayaninya ialah Karaeng Tu Mabbicarayya. Hanya saja pada setiap melakukan komunikasi dengan bangsa manusia, Karaeng Tu Mabbicarayya sangat jarang mau memperkenalkan diri, terkecuali hanya untuk moment-moment tertentu yang dipandang sangat penting oleh kerajaan. Tetapi di kalangan dunia jin di Asia Tenggara hingga ke Australia, dia sudah sangat dikenal sebagai Pabbicara, dan sebagai wakil dari Karaeng Tu Mabellayya. Dalam menjalankan aktifitasnya, dia senantiasa dikawal oleh ribuan anggota pasukan jin.    

Karaeng Tu Maccinika
Karaeng Tu Maccinika, adalah pejabat pada urutan ketiga dalam struktur kerajaan Tujua, yang juga memiliki ribuan pengawal. Dia ahli dalam melihat ke depan atas sesuatu apa yang akan terjadi. Selain keahliannya yang dapat mengetahui sesuatu yang belum terjadi, dia juga memiliki keahlian yang dapat melihat langsung suatu kejadian di tempat lain meskipun jaraknya sangat jauh. Apabila ada kejadian penting yang sedang berlangsung di Australia misalnya, padahal dia sedang berada di Brunai Darussalam, maka dengan mudah Karaeng Tu Maccinika melihatnya, dan segera dia memberitahukan kepada kerajaan.
Dalam kehidupan manusia sehari-hari, banyak orang yang memiliki ilmu yang mampu melihat sesuatu apa yang akan terjadi pada suatu saat. Mereka ini sering disebut sebagai paranormal. Artinya, seseorang yang memiliki ilmu diatas batas ambang normal. Hal-hal yang tidak masuk kedalam pikiran dan kemampuan normal bagi manusia biasa, maka dia bisa menguasainya. Pada zaman kerajaan masa lalu di sejumlah penjuru dunia, mereka ini disebut sebagai ahli nujum. Ahli ramal, yang punya kemampuan khusus dalam meramal sesuatu yang kelak akan terjadi.
Nah. Kekuatan ilmu para ahli nujum atau peramal dan paranormal tersebut, sesungguhnya berkat bantuan atau kerjasama dengan bangsa jin. Jin yang memiliki keahlian di bidang ramal-meramal.
Untuk dunia jin yang terdapat dibawah kekuasaan Kerajaan Tujua, maka Karaeng Tu Maccinika adalah guru besar yang berkompeten mengajarkan ilmu meramal kepada segenap bangsa jin yang dipilihnya. Murid-muridnya itulah yang banyak berkolaborasi dengan manusia dalam kepentingan ramal-meramal. Seorang peramal atau paranormal yang sedang meramal sesuatu, dia tidak akan mampu menjalankannya tanpa bantuan atau kerjasama dengan bangsa jin.
Seseorang yang tiba-tiba menjadi mampu melihat jin atau mahluk halus, itu artinya dimensi penglihatan gaib orang bersangkutan sedang terbuka. Itu juga yang terjadi atas orang-orang yang menyaksikan munculnya Tujua di Karebosi pada abad ke-10. Hal itu adalah keahliannya Karaeng Tu Maccinika, yang bisa dengan mudah membuka dimensi penglihatan gaib terhadap seseorang. 
    
Karaeng Bainea
Karaeng Bainea, adalah satu-satunya petinggi di kerajaan Tujua dengan posisi di urutan keempat. Ribuan pengawal yang umumnya jin wanita yang selalu mengawalnya kemana-mana.
Tugas dan kewenangan Karaeng Bainea, adalah mirip-mirip dengan  Menteri Peranan Wanita di Indonesia. Cuma saja dalam dunia jin, tidak ada organisasi yang dibina seperti PKK, Dharma Wanita, atau organisasi-organisasi wanita lainnya. Peranan Karaeng Bainea dalam wilayah Kerajaan Tujua, adalah melakukan perlindungan terhadap segenap bangsa jin jenis perempuan atau wanita. Kekuasaan Karaeng Bainea juga meliputi pemilihan pasangan. Hanya dengan izin dia, jin wanita bisa diperisteri oleh seorang jin laki-laki. Begitu pula bila terjadi sesuatu yang merugikan bagi jin perempuan, maka Karaeng Bainea yang melakukan pembelaan. Namun tentu saja dalam hal ini, tidak termasuk bangsa jin dari golongan hitam dan iblis, yang merupakan musuh besar dari Kerajaan Tujua.   
Dalam kehidupan manusia, khususnya kaum wanita, mereka banyak menemui kesulitan, apalagi mereka sebagai kaum yang lemah. Salah satu kelemahan kaum wanita, misalnya dia dilamar oleh seorang pria tapi ditolak. Seringkali membuat pria dendam, lalu mencari bantuan orang pintar agar wanita bersangkutan digattung parukkuseng (jodohnya ditutup sehingga dia tidak bisa menikah dengan lelaki lain sampai mati). Hal seperti ini banyak yang terjadi di tengah masyarakat, bahkan sampai pada zaman sekarang ini.
Mengatasi hal seperti itu, adalah tugasnya Karaeng Bainea, yang bisa menugaskan jin khusus ahli, apabila ada permintaan dari seorang pintar yang membantu membukakan jodoh kembali bagi wanita tersebut.      

Karaeng Tu Nipallanggayya
Karaeng Tu Nipallanggayya, petinggi Kerajaan Tujua yang duduk pada urutan kelima, yang senantiasa beraktifitas dengan ribuan pengawalnya. Tugas yang diembannya adalah sebagai penyanggah kekuatan kerajaan dan bagi para petinggi kerajaan. Dia juga berkeliling ke semua titik kerajaan yang tersebar dalam wilayah Kerajaan Tujua, untuk memberikan bantuan kekuatan atau penyanggah, sehingga kerajaan-kerajaan yang terbentuk itu dapat berjalan baik dan memiliki kekuatan sehingga tidak mudah diruntuhkan oleh kekuatan dari bangsa jin golongan hitam.
Dalam kehidupan manusia, sejak zaman dulu sampai sekarang dalam konteks kekuasaan, umumnya mereka yang berkuasa, apakah itu dalam bentuk kerajaan atau bentuk-bentuk pemerintahaan yang lain, senantiasa membutuhkan kekuatan penyanggah agar kekuasaan mereka tidak jatuh atau runtuh.
Penyanggah yang diperlukan, selain kekuatan fisik pemerintahan dengan segala perangkatnya, dengan segala kebijakan dan penciptaan tata-aturan yang dapat melanggengkan kekuasaannya, mereka juga banyak yang meperoleh bantuan dari bangsa jin dalam menopang kelangsungan kekuasaan mereka.
Jasa yang digunakan dalam memediasi keperluan bantuan dari dunia gaib tersebut, juga biasanya menggunakan jasa orang pintar atau paranormal khusus yang piawai memanfaatkan kekuatan bangsa jin. Mereka ini banyak yang terikat kontrak kerja dengan seorang penguasa atau seorang yang memangku jabatan, yang tugasnya memanfaatkan kekuatan bangsa jin dalam melindungi kekuasaan seseorang.
Nah. Kalangan bangsa jin yang piawai melindungi kekuasaan seseorang, penempatan atau dengan siapa dia akan bekerjasama, diatur dan ditentukan oleh Karaeng Tu Nipallanggayya. Dan jin yang terpilih berkolaborasi dengan pejabat di lingkungan bangsa manusia tersebut, tentu saja akan memperoleh kesejahteraan hidup yang lebih. Karena dengan penempatan tugas seperti itu, akan berarti jin yang bersangkutan juga memperoleh kedudukan atau jabatan di mata bangsa jin itu sendiri.    
  
Karaeng Tu Apparumbu Pepeka
Karaeng Tu Apparumbu Pepeka, tugasnya adalah mirip-mirip dengan tugas yang diemban seorang Menko Kesra, dan juga dengan ribuan pengawal. Dia bertugas untuk mensejahterakan rakyat bangsa jin yang ada dalam wilayah kerajaan Tujua. Dalam kehidupan manusia dalam sebuah rumah tangga misalnya, apabila didalam rumah tersebut sudah tujuh hari tujuh malam dapurnya tidak pernah berasap, maka dapat dipastikan keluarga bersangkutan sudah tidak pernah memasak. Sudah kehabisan bahan makanan yang bisa dimasak. Ini adalah fenomena kemiskinan yang ditandai dengan tidak mengepulnya asap dapur.
Dalam dunia jin dibawah kekuasaan Kerajaan Tujua, maka tugasnya Karaeng Tu Apparambu Pepeka yang harus membantu rakyatnya yang tidak mampu mendapatkan makanan. Dia yang berwenang mengatur tata kehidupan bangsanya agar semua bisa mendapatkan penghidupan yang layak dalam konteks kehidupan bangsa mereka.
Sebuah contoh, ada sebuah benda berupa batu permata, yang layak ditempati oleh satu atau beberapa jin. Maka Karaeng Tu Apparambu Pepeka yang berwenang mengatur siapa yang diizinkan untuk menempati benda tersebut. Selanjutnya, dilakukanlah upaya agar batu permata itu tadi bisa dikuasai atau dipelihara oleh manusia. Biasanya bila manusia memiliki benda seperti itu, oleh karena dia rasakan ada kekuatan gaibnya, maka akan dipelihara sebaik-baiknya, misalnya diberi dupa pada waktu-waktu, diberi butiran beras, atau diberi wewangian atau bunga. Yang pada prinsipnya bahwa apa-apa yang dilakukan terhadap benda tersebut, adalah merupakan cara untuk memberi makanan bagi jin yang menempatinya. Disitulah bangsa jin mendapatkan makanan sesuai yang mereka butuhkan. Artinya, di tempat itulah asap dapur mereka bisa mengepul. Disitulah mereka mendapatkan kesejahteraan.
Bukan cuma jenis batu permata, tapi benda-benda jenis lainnya pun banyak yang dipilih untuk ditempat bangsa jin, seperti keris pusaka, benda-benda galian, kulawu besi, atau pohon-pohon besar, atau apa saja yang layak mereka tempati. Layak artinya, yang berpotensi memancing bangsa manusia untuk memberikan makanan yang diperlukan. Kalau seseorang membawa songkolo dan ayam goreng ke sebuah pohon besar untuk sesajen, paling yang menyantapnya adalah kucing atau jenis binatang lain. Mana mungkin bangsa jin bisa makan paha ayam goreng. Demikian logika sebagian orang. Padahal sesungguhnya yang dimakan oleh bangsa jin itu tadi, adalah berkah dari niat baik orang yang menyuguhkan makanan tersebut. Yang dimakan bukan fisiknya, tetapi adalah berkah dan halusnya makanan tersebut. Yang makan kan adalah mahluk halus, sehingga yang dimakan juga adalah halusnya, yang merupakan berkah bagi bangsa jin.
      
Karaeng Tu Angngerang Bosia,
Karaeng Tu Angngerang Bosia, adalah petinggi Kerajaan Tujua yang menempati posisi ke tujuh, yang juga memiliki ribuan pasukan pengawal. Hujan deras yang tumpah selama tujuh hari tujuh malam yang mendahului kemunculan Tujua pada abad ke-10 di Karebosi, adalah karya besar yang dipersembahkan Karaeng Tu Angngerang Bosia. Tugasnya ialah, bagaimana bumi yang ditempati bangsa jin dan manusia, bisa senantiasa berada dalam kondisi subur. Kesuburan tanah persawahan dan areal pertanian lainnya, kuncinya adalah air. Tanpa air, tak akan ada tanaman yang bisa tumbuh Sudah demikianlah rumusnya. Rumus alam yang tidak bisa dibantah oleh siapapun. 
Karaeng Tu Angngerang Bosia, tugasnya adalah mengupayakan keseimbangan atas kebutuhan hujan atau pengairan dengan tingkat kebutuhan air atas tanah pertanian dan persawahan. Ketika kemarau panjang terjadi tujuh tahun lamanya di daerah ini pada abad ke-10 tersebut, maka Karaeng Tu Angngerang Bosia bersama ribuan pengawalnya yang memiliki kekuatan gaib yang dahsyat, yang memompa air laut ke atas awan di langit, sehingga akhirnya hujan dapat tercurah turun ke bumi Gowa, Tallo dan Makassar. (MITOS/Usdar Nawawi)
selengkapnya→

Primbon Lontara Bugis

( Bagian 1 )
Primbon yang disadur dari bahasa Jawa, yang berarti peruntungan, ternyata juga dipakai oleh orang Bugis di masa lalu, sebagai pedoman untuk menentukan bulan serta hari-hari baik untuk melakukan suatu kegiatan atau memulai suatu pekerjaan. Primbon versi Bugis ini, banyak dipengaruhi oleh budaya Islam dalam menentukan suatu pedoman, dengan memakai penanggalan Islam, serta jumlah hari yang ditentukan dengan peredaran bulan.
Primbon ini lebih akrab di masyarakat Bugis disebut sebagai Lontara, karena dulunya ditulis di atas daun lontar atau enau. Lontara tersebut telah disimpan bertahun-tahun oleh keluarga H. Syamsuddin, yang menurutnya, merupakan peninggalan nenek moyangnya yang  berada di kabupaten Bone.
“Nenek kami dulunya adalah salah satu panrita (ulama) di kerajaan Bone” ujar H.Syamsuddin ketika ditemui MITOS di kediamannya, di Angkona kabupaten Luwu Timur. Dan dengan sukarela mengartikannya kepada MITOS untuk disampaikan sebagai salah satu pedoman hidup untuk masyarakat Sulawesi Selatan.

Adapun isinya adalah sebagai berikut :

Pedoman setiap bulan

1. Bulan Muharram
     -  Tidak bisa mendirikan rumah
     -  Tidak bisa melaksanakan pernikahan : Kalau dilaksanakan sering terjadi        pertengkaran dalam rumah tangga.
              
2. Bulan Safar.
      -   Baik untuk mendirikan rumah : Selalu mendapat rezeki tiada  
        henti.
    -   Apabila dilaksanakan pernikahan rezeki selalu melimpah

3. Bulan Rabiul Awwal
     -    Apabila mendirikan rumah tidak pernah putus mendapatkan kesukaran hidup    
     -  Seringkali mendapat duka cita.
     -  Apabila dilakukan pernikahan selalu mendapat kesusahan hidup berumah tangga.

4. Bulan Rabiul Akhir.
     -  Bagus untuk mendirikan rumah, selalu mendapat rezeki yang tiada henti.
     -  Apabila dilakukan pernikahan selalu berselisih faham antar suami dengan istri.

5. Bulan Jumadil Awwal.
     -   Apabila dilakukan pernikahan akan cepat akrab dan mesra
     -   Apabila mendirikan rumah akan murah rezeki.

6. Bulan Jumadil Akhir
     -   Apabila mendirikan rumah sering terjadi pertengkaran dalam       rumah.
     -   Apabila dilakukan pernikahan akan murah rezeki.

7. Bulan Rajab.
     -  Apabila didirikan rumah sering terjadi kebakaran.
     -  Apabila dilakukan pernikahan akan cepat mendapat keturunan.

8. Bulan Sya’ban.
     -  Apabila mendirikan rumah rezeki tiada putus.
     -  Apabila melakukan pernikahan sering mendapat susah.

9. Bulan Ramadhan.
     -  Apabila mendirikan rumah, semua maksud akan tercapai / berhasil.
     -  Apabila dilaksanakan pernikahan akan menjadi melarat.

10. Bulan Syawal.
     -  Apabila mendirikan rumah, lambat selesai rumahnya. Walaupun cepat selesai namun sering terjadi kebakaran.
     -  Apabila dilakukan pernikahan akan sering terjadi pertengkaran.

11.Bulan Dzulkhaidah.
     -  Apabila mendirikan rumah, banyak memperoleh keturunan dan panjang umur.
     -  Apabila dilaksanakan pernikahan akan sering terjadi perselisihan dalam rumah tangga.

12.Bulan Dzulhijjah
    -   Bagus untuk mendirikan rumah.
    -   Apabila dilakukan pernikahan cepat mendapatkan harta.
    -   Apabila melakukan suatu kegiatan akan mendapat berkah.

Semua ini berpulang kepada Tuhan yang maha esa, ini hanya merupakan petuah dari orang-orang terdahulu yang pernah terjadi pada mereka secara berulang-ulang. Sehingga mereka memcatat kejadian tersebut diatas lontara untuk kemudian dijadikan sebagai pedoman hidup. Tak salah kiranya kita sebagai anak cucu untuk menjadikan perbandingan bagi keselamatan dan kesejahteraan hidup kita  (MITOS/awing)

( Bersambung )
selengkapnya→

Gua Mampu Menanti Investor

Gua mampu terletak di desa Cabbeng kecamatan Dua Boccoe, kabupaten Bone, provinsi Sulawesi Selatan. Lokasi gua ini berjarak lebih kurang 30 km dari Watampone, ibukota kabupaten Bone . Atau sekitar 4 km dari desa Uloe, ibukota kecamatan Dua Boccoe. Gua Mampu dapat ditempuh sekitar 4 jam dengan perjalanan darat dari kota Makassar.
Pada perempatan jalan menuju kabupaten Wajo dan desa Cendrana kabupaten Bone, ada gapura yang bertuliskan Wisata Alam Gua Mampu di depan jalan menuju desa Cabbeng kabupaten Bone. Sepanjang perjalanan menuju Gua Mampu, terhampar persawahan dengan saluran irigasi yang dikelola dengan baik oleh masyarakat setempat. Akses jalan menuju lokasi pun sudah beraspal hotmix hingga kemulut gua.
Menurut  M.Aras (38 ) kepala desa Cabbenge yang ditemui belum lama ini di kediamannya oleh MITOS mengatakan, obyek wisata Gua Mampu ini sebagai wisata alam, juga sebagian besar wisata religi, karena sebagian pengunjung yang datang untuk melepas nazar mereka yang telah terlaksana”.  Aras yang terpilih sebagai kepala desa pada tahun 2007 lalu ini, sangat berhasrat  memajukan gua Mampu sebagai tujuan wisata utama, setelah Tanjung Pallette. Bahkan sangat berhasrat mengenalkan Gua Mampu hingga ke manca negara. Karena menurutnya, Gua Mampu merupakan salah satu gua terbesar di dunia, juga karena memiliki stalagtit  dan stalagmit yang tidak ditemui di gua-gua yang lain.
“Kalau ada investor yang mau bekerja sama dengan kami, masyarakat disini rela bagi hasil dengan memberdayakan tanah mereka. Karena yang dibutuhkan disini adalah villa serta kolam renang dari sumber mata air yang ada disekitar gua” kata Aras.
“Karena mata air dari gua mampu sekarang yang digunakan masyarakat setempat sebagai sumber air minum bahkan sekarang sudah dinikmati hingga ke desa Uloe sebagai ibukota kecamatan, dengan sistim pipanisasi yang dikelola oleh desa”  jelas Aras.  “Selain sarana air bersih sebagai penunjang, ada juga permandian air panas yang bisa melengkapi sarana wisata di gua Mampu ini” jelasnya lagi.  Apabila ada investor, silahkan anda bawa kesini, kami siap bekerja sama dengan mereka” paparnya kepada MITOS.
Pemandangan di mulut gua memang masih belum terjamah oleh tangan-tangan profesional,  yang ada hanya sebuah rumah panggung tempat peristirahatan. Pada bagian kiri dan kanan jalan berjejer penjual minuman yang membangun gubuk seadanya, jauh dari kesan indah sebagai tempat wisata.
Tiket masuk ke dalam gua seharga Rp.3000, dan biaya parkir motor seharga Rp.5000. Adapun biaya sewa obor Rp.2000 per satu obor, sedangkan tarif sewa jasa pengantar, biasanya tergantung kesepakatan masing-masing.
“Jumlah rata-rata pengunjung tiap harinya tidak tentu dan sebagian besar wisatawan lokal. Sedangkan wisatawan asing dalam sebulan paling hanya 2 orang saja” jelas M.Rijal (34) pengelola Gua Mampu.
Di dalam gua, ternyata begitu luas, yang membuat decak kagum bagi yang melihatnya. Rijal menjelaskan kepada tim MITOS secara rinci kejadian demi kejadian yang pernah ada disitu. Dari buaya yang jadi batu, pengantin, wanita yang digarami, orang melahirkan, kawin lari, orang menenun, lumbung padi, serta sawah yang semuanya telah menjadi batu. Di dalam gua sudah ada tangga yang terbuat dari beton yang membantu pengunjung mengitari gua. Yang menarik di dalam gua ada batu yang bisa mengeluarkan nada-nada apabila dipukul, serta batu pedoman yang jadi pedoman masyarakat setempat. Walaupun gua itu begitu luas dan panjang serta cukup melelahkan mengitarinya, tetapi cukup terbayar dengan fenomena alam yang ada di dalam gua tersebut.
Cuma yang membuat hati menjadi miris, karena banyaknya batu-batu yang menjadi simbol sudah rusak akibat ulah tangan-tangan yang tak bertanggung jawab. Selain itu banyaknya coretan-coretan grafitti pada batu  yang dilakukan oleh orang-orang yang kreatifitasnya salah tempat, sangat mengganggu pandangan mata. Dan yang lebih menyedihkan lagi karena tempat yang bisa dijadikan sebagai pelajaran kehidupan justru digunakan untuk tempat mengumbar-umbar kesenangan dengan banyaknya pasangan muda-mudi ditempat-tempat gelap yang entah melakukan apa.
Ada hal yang mengganjal yang mungkin bisa dihilangkan oleh pengelola wisata, yaitu dengan banyaknya pemuda yang mabuk di sekitar gua, sehingga membuat rasa was-was bagi pengunjung, utamanya pengunjung yang datang dari jauh. Karena salah satu faktor utama orang mau berwisata adalah keamanan dan rasa aman bagi pengunjung. Karena itu merupakan faktor yang terutama yang dinilai oleh fihak investor untuk datang.
Apabila semua faktor ini telah terpenuhi, tak salah kiranya jika wisata alam Gua Mampu berkata : “KAMI MENGUNDANG DENGAN HORMAT INVESTOR UNTUK DATANG KESINI”.(MITOS/ali/awing)   
selengkapnya→

Puang Tanre Wara, Penguasa Puncak Bukit Mampu

Wisata alam Gua Mampu didominasi oleh wisata religi yang berpusat di atas puncak bukit Mamp. Para pengunjung atau peziarah bukan hanya datang dari sekitar kabupaten Bone, tetapi juga dari daerah lain, misalnya Kalimantan, Sumatera, Jawa, bahkan dari negeri jiran Malaysia. Biasanya mereka datang kesitu apabila nazar atau hajat mereka telah terkabul. Contohnya : Apabila seseorang ingin pergi merantau mereka berhajat apabila berhasil di tanah rantau, akan kembali ke situ mempercantik makam. Setelah hajatnya terlaksana, mereka kembali kesitu karena apabila tidak, mereka biasanya akan mendapatkan bala-bencana atau penyakit yang aneh-aneh.  Itu menurut kepercayaan salah seorang peziarah yang diwawancarai Wartawan MITOS.

     Makam Puangnge Tanre Wara (foto: MITOS)
 
Makam di atas puncak bukit Mampu, dikenal oleh masyarakat bugis dengan nama Puang Tanre Wara (Raja yang memiliki api yang berkobar), atau dengan nama lain Puangnge Coppo Bulu (Raja dari puncak bukit).
Ciri-ciri kemunculan Puang Tanre Wara, biasanya ditandai dengan aroma harum mewangi di seputaran bukit Mampu. Peristiwa ini sudah dialami oleh wartawan MITOS  (baca : Karena ingkar janji satu kampung jadi batu). Digelari Puang Tanre Wara, karena awal kemunculannya di atas bukit ditandai dengan api yang berkobar di atas bukit Mampu beberapa abad yang lampau. Besarnya kobaran api itu dapat menerangi desa-desa di sekitar bukit Mampu. Tapi anehnya kobaran api itu tidak membakar pepohonan di sekitarnya, jadi hanya merupakan kobaran api  yang berwujud cahaya saja. Seperti penuturan Hj. Andi Marauleng (67) kepada Wartawan MITOS beberapa waktu lalu.
Pada zaman kerajaan, kemunculan Puang Tanre Wara biasanya melalui media orang yang kesurupan, ditandai dengan ritual acara Mappadendang (tari-tarian yang diiringi oleh gendang) dan biasanya disiapkan bara api yang telah disulut api hingga berkobar-kobar. Kemudian orang yang telah dikuasai oleh Puang Tanre Wara akan masuk kedalam api. Seperti pengalaman salah seorang Wartawan MITOS yang menyaksikan secara langsung pengalaman seperti itu.
Sekitar tahun 1993 salah satu kerabat Wartawan MITOS bernama Nur (30) menderita penyakit yang diindikasikan sebagai penyakit santet atau guna-guna. Sudah banyak paranormal yang berusaha mengobati penyakitnya tersebut, tapi sejauh ini belum ada yang dapat menyembuhkannya. Ketika Nur di ambang batas kepasrahan, tiba-tiba Tuhan menunjukkan kebesarannya dengan menggerakkan hati salah seorang hambanya untuk datang menolong walaupun dalam bentuk dimensi yang lain. Puang Tanre Wara yang tergerak hatinya melihat penderitaan Nur karena dia memang sangat benci pada segala bentuk kemusyrikan yang berbentuk santet. Dia yang berbentuk gaib memasuki tubuh mungil Nur dan disitulah fenomena alam gaib terjadi.
Seketika itu juga terjadi perubahan besar terhadap Nur, suaranya mendadak berubah menjadi seperti suara lelaki yang mengandung wibawa yang cukup besar. Maka seketika itu pula terkumpullah sanak keluarga Nur turut menyaksikan fenomena itu. Nur meminta dikobarkan api  oleh salah seorang keluarganya. “Alakka’ wara api nappa pallua’I (Ambilkan bara api kemudian nyalakan)” perintah yang keluar dari mulut Nur. Kemudian setelah itu, kaki kecil Nur menginjak bara api yang telah berkobar besar. Ajaibnya, tak sedikitpun Nur merasakan panasnya api itu apalagi hingga kulitnya menjadi terbakar. Tidak sama sekali. “Aja’ mumarukka, melokka majjenne’ (Jangan ribut, aku mau berwudhu)” bentak Nur yang kemudian berwudhu di atas api yang berkobar tersebut. Memang pada saat itu adzan shalat ashar telah berkumandang di mesjid. Setelah shalat di atas api, Nur lalu memberikan petuah tentang agama kepada sanak keluarganya. Dengan jari-jemari yang meliuk-liuk laksana membuat suatu tarian dan sekujur tubuhnya yang masih tetap berada di atas bara api, dari situlah didapatkan informasi bahwa Nur menderita penyakit guna-guna, yang hanya dapat disembuhkn dengan bantuan salah seorang keluarganya di Makassar. Setelah semua petuah yang disampaikan oleh Puang Tanre Wara dilakukan oleh keluarga, akhirnya penyakit guna-guna dalam tubuh Nur dapat disembuhkan, dengan bantuan Puang Tanre Wara, beserta kerabat Nur dari Makassar tersebut.
Selain pengalaman Nur, ada pula pengalaman yang dialami oleh Syamsuddin (45) warga desa Pakkasalo kabupaten Bone, yang sekarang bermukim di desa Sabbang Kabupaten Luwu. Sekitar tahun 2006, Syamsuddin menderita penyakit lumpuh sebelah. Menurut diagnosa dokter, dia mengalami semacam stroke ringan dan harus dilakukan fisioterapi yang berkelanjutan. Karena penyakitnya tak kunjung sembuh, dia kemudian berkonsultasi dengan salah seorang paranormal. Dari hasil terawang yang dilakukan oleh paranormal tersebut, ditemukan penyebab penyakitnya, yaitu dia sering menertawai kedua orang tuanya apabila berziarah ke Puang Tanre Wara. Padahal orang tuanya hanya sekedar berziarah mengikuti tradisi nenek moyangnya tanpa pernah meminta-minta di tempat itu. Setelah Syamsuddin mengakui segala kekhilafannya, dengan bantuan paranormal itu dia dipandu untuk bertobat kepada Tuhan dan selanjutnya meminta maaf kepada Puang Tanre Wara.
Ajaibnya, seketika itu pula tangan dan kakinya yang selama setahun terasa lemas dapat digerakkan dengan kuat. Akhirnya dengan diyakinkan oleh paranormal itu, dia berniat untuk mendaki bukit Mampu untuk berziarah ke makam Puang Tanre Wara. Untuk kesekian kalinya Tuhan memperlihatkan kebesaranNya, Syamsuddin yang baru saja dapat menggerakkan tangan dan kakinya dapat dengan sangat kuat mendaki bukit Mampu tanpa bantuan orang lain. Hingga saat ini Syamsuddin sudah sehat dan dapat beraktifitas lagi seperti sedia kala, mengolah kebun coklatnya di desa Sabbang. Hal yang mirip seperti inipun dialami oleh Ali salah seorang awak MITOS ketika berkunjung ke makam Puang Tanre Wara. (baca  : Karena ingkar janji satu kampung dikutuk jadi batu).    
Berdasarkan pantauan tim gaib MITOS, Puang Tanre Wara merupakan salah satu mahluk gaib dari kalangan bangsawan yang mendalami agama Islam (ulama). Jadi dia merupakan pemimpin pemerintahan sekaligus pemimpin agama bagi kaumnya, serta diberikan keistimewaan oleh Tuhan berupa kesaktian, yang dapat menaklukkan api dan sampai saat ini masih hidup.
Berbeda dengan pendapat sebagian orang yang menganggap dia merupakan manusia sakti yang pernah hidup dan dikuburkan disitu. Ini dapat dilihat dari makam (tempat) dia yang bentuknya seperti kuburan. Padahal ditempat itu dulunya hanya bertanda dengan sebongkah batu, entah siapa yang merubahnya menjadi berbentuk seperti itu. Dia sangat membenci segala bentuk kemusyrikan berdasarkan hasil komunikasi yang dilakukan, jadi orang yang berziarah disitu yang niatnya melenceng, pasti dia tak datang untuk menemuinya. Ada pertanyaan yang timbul  “Jadi siapa yang datang menemui para peziarah yang datang meminta-minta itu ?” Jawabannya pasti Iblis atau setan yang selalu datang menggelincirkan niat manusia agar tergelincir dalam jurang dosa. Bukankah Tuhan sudah memberikan peringatan kepada kita dalam Al-Quran bahwa : Tidak kuciptakan manusia dan jin kecuali untuk beribadah kepadaKu.
Sekedar informasi bagi pembaca, sewaktu berita ini dibuat, penulis merasakan hawa panas yang menyelumuti tubuh, padahal sedang hujan deras. Seakan-akan penulis diawasi oleh sesuatu yang tidak dapat terlihat oleh mata. Wallahu alam. (MITOS/ali/awing)
selengkapnya→

Ingkar Janji, Satu Kampung di Bone Dikutuk jadi Batu

Konon pada awal peradaban manusia di Sulawesi Selatan, khususnya di kawasan Kabupaten Bone ; yang dimulai dengan munculnya Tomanurung, kemudian berdiri sebuah kerajaan yang sangat kaya, dan rakyatnya hidup serba berkecukupan. Kerajaaan itu bernama Mampu.
Negeri Mampu ini dipimpin oleh seorang raja yang bernama La Oddang Patara, didampingi permaisuri bernama I La Wallellu, yang bergelar Puang Mallosu-losuE Ri Mampu (Ratu yang telanjang dari Mampu).
Kerajaan Mampu merupakan negara agraris dan maritim yang terdiri dari tujuh distrik, yang masing-masing distrik dikepalai oleh seorang kepala distrik atau dusun. La Oddang Patara, merupakan generasi kedua dari Tomanurungnge ri Matajang. Dia dibantu oleh seorang penasehat kerajaan bernama La Cagala, yang sangat pandai dalam hal mengatur pemerintahan, dan merupakan pemimpin keagamaan di Mampu.
Kehidupan masyarakat Mampu yang sebagian besar berprofesi sebagai petani dan nelayan, serta sebagian lagi berprofesi sebagai pengrajin, membuat kerajaan di masa lalu itu menjadi kerajaan yang sangat kaya. Apa saja yang mereka tanam pasti tumbuh dan menghasilkan panen yang melimpah. Sedangkan dari hasil laut berupa ikan dan garam seakan-akan datang menghampiri mereka tanpa perlu susah payah mencarinya. Hasil sandang berupa kain tenun mereka dapat membuat sendiri tanpa tergantung kepada negeri lain. Ternyata karunia yang diberikan oleh Tuhan yang tanpa henti, membuat mereka menjadi lupa diri. Mereka menjadi sombong dan takabur. Harta yang melimpah membuat mereka menjadi mabuk akan kesenangan, sehingga merajalela di seluruh penjuru negeri berbagai bentuk kesenangan yang akhirnya menjadi kemaksiatan.
Karena makmurnya kerajaan itu, sehingga tak ada lagi batasan di antara raja dan rakyatnya. Sudah tak jelas lagi siapa yang melayani dan siapa yang dilayani. Hidup mereka seperti di surga, karena semua yang mereka butuhkan ada di sekitar mereka tanpa perlu susah payah mencarinya. Tak jauh beda dengan rakyatnya, Raja dan Ratu Mampu demikian pula halnya, bahkan Ratu Mampu sepanjang hidupnya tak pernah lagi menggunakan pakaian. Tubuhnya dibiarkan bertelanjang sembari berbaring di peraduannya menikmati kesenangan.
Tak ada lagi ritual penyembahan kepada Tuhan yang biasa mereka lakukan sebelumnya. Mereka berpendapat, bahwa tak ada campur tangan Tuhan dalam keberhasilan mereka selama ini. Hasil yang mereka dapatkan semata karena buah kerja keras mereka sendiri. Karena itulah Tuhan memberikan mereka ujian berupa seekor Anjing yang bisa bercakap-cakap seperti manusia kepada kerajaan Mampu.

Kutukan.                                      
Raja La Oddang Patara memiliki seorang putri yang sangat gemar menenun kain sutera untuk dipakai sendiri. Karena kegemarannya itu, dia biasa menghabiskan waktunya hingga berbulan-bulan menenun kain di atas rumah. Hingga pada suatu waktu, alat tenun sang putri berupa teropong, terjatuh ke tanah, tapi dia begitu malas untuk turun mengambilnya. Sang putri meminta bantuan sambil berteriak meminta tolong, tapi tak ada yang memperdulikan teriakannya. “Tolong !, Siapa yang ingin mengambilkan teropongku (alat tenun yang terbuat dari bambu aur untuk memasukkan benang)” teriak sang putri. Tapi tak seorangpun yang mendengarkan teriakannya, sehingga dia menjadi bosan dan mulai berjanji dalam hati.
“Barang siapa yang menolongku mengambilkan alat teropongku di kolong rumah, maka apabila lelaki akan kujadikan dia sebagai suamiku. Dan apabila dia perempuan akan kujadikan saudaraku” janji sang putri. Ternyata janji sang Putri didengar oleh seekor anjing jantan yang kemudian pergi mengambil alat tenun tadi.
Betapa terkejutnya sang putri ketika melihat seekor anjing jantan telah berdiri di hadapannya sambil menggigit alat tenun tadi. “Bagaimana mesti aku memenuhi janjiku, sementara engkau hanya seekor anjing” ujar sang putri. Tiba-tiba anjing itu dapat berbicara seperti manusia dan segera menagih janji sang putri. “Walaupun aku hanya seekor anjing, tapi janjimu tadi berlaku untuk semua mahluk yang berkelamin laki-laki” tagih anjing itu.
Terkesiap sang putri mendengarnya, dia tak menyangka bahwa anjing itu bisa berbicara sepertu manusia. “Tapi kamu hanya seekor anjing, tak sudi aku menikah dengan seekor anjing seperti kamu !” bentak sang putri, marah. Karena sang putri berkeras untuk tidak memenuhi janjinya, maka keluarlah sumpah dari mulut sang anjing. “Wahai sang putri ! Karena kamu telah ingkar janji dan semua orang di negerimu sering mengabaikan janji serta sering menunjuk-nunjuk kesalahan orang lain, maka melalui telunjuk kalian, aku kutuk kamu semua menjadi batu !” Sumpah sang anjing yang disambut dengan suara gemuruh di atas langit, yang seakan-akan mengabulkan kutukan itu. Seketika itu pula sang anjing lenyap dari pandangan sang putri raja. Awalnya, memang tak ada keanehan yang terjadi pada diri sang putri, seakan-akan kutukan tadi tidak berarti apa-apa baginya.
Namun tak lama berselang, iringan pengantin lewat di hadapan sang putri, dan diapun segera menoleh memperhatikan iringan pengantin tadi. Betapa terkejutnya sang putri, karena pada iringan-iringan tersebut, yang dilihatnya pada semua orang yang ikut rombongan, menempel pada dahinya sebongkah batu hitam. Beberapa kali dia mengusap kedua bola matanya, seakan tak percaya, tetapi batu yang menempel pada dahi orang-orang tersebut tetap ada. Karena tak sabar, sang putripun segera menegur mereka. “Hey…orang-orang, kenapa ada batu yang menempel pada dahi kalian” tegur sang putri seraya menunjuk-nunjuk ke arah dahi salah seorang anggota rombongan.
Terkejutlah sang putri melihat kejadian sesaat setelah dia menunjuk kepada orang itu, karena tiba-tiba sekujur tubuh orang itu menjadi batu. Tersadarlah dia bahwa kutukan sang anjing telah berlaku. Gegerlah iringan pengantin tersebut, merekapun saling tunjuk dan tak terkecuali bagi sang putri. “Tuan putri, di dahi andapun ada batu” tunjuk salah seorang di antara mereka. Akhirnya sang putripun menjadi batu.
Gemparlah keadaan di negeri Mampu. Seluruh penduduk saling tunjuk karena melihat batu di dahi orang lain. Semua yang kena tunjuk akhirnya menjadi batu, sehingga seluruh negeri menjadi batu.
Peristiwa tunjuk-menunjuk di negeri mampu sampai sekarang masih dikenal dengan istilah Jello-jello to Mampu (tunjuk-menunjuk ala orang Mampu) apabila ada dua orang yang berselisih dan saling menunjuk kesalahan masing-masing.

Terbesar Kedua di Dunia
Setelah seluruh negeri menjadi batu, terjadi lagi peristiwa berupa bencana alam selama tujuh hari berturut-turut, yang menenggelamkan negeri mereka ke dalam perut bumi, sehingga terkenal pula istilah Lebbore’ngnge ri Mampu (Yang terkutuk di Mampu). Tapi Tuhan kiranya ingin memberikan pelajaran kepada manusia dengan ditemukannya negeri itu dalam bentuk gua, yang mulut guanya menurut warga sekitar merupakan pintu gerbang negeri Mampu. Gua itu terkenal dengan nama Gua Mampu, yang letaknya di desa Cabbengnge Kecamatan Dua Boccoe, kira-kira 30 km dari kota Watampone.
Menurut pengelola gua Mampu, M.Rijal (34), ketika ditemui tim MITOS belum lama ini, gua Mampu ini termasuk gua yang terbesar kedua setelah gua yang ada di Swis. Karena terdiri dari tujuh dusun yang menjadi batu dan baru sekitar tiga dusun yang dapat ditemukan di dalam gua. Sisanya belum dapat ditemukan.
“Ada bukti yang menguatkan pak, bahwa di sini pernah ada kampung, karena tahun 2004, mahasiswa UGM Jogyakarta, pernah melakukan penelitian dan ditemukan piring serta mangkuk yang terbuat dari tanah liat” jelas Rijal seraya menunjukkan bekas galian kepada wartawan MITOS.
“Kerajaan Mampu merupakan negeri yang kaya dengan adanya kapal laut yang jadi batu, serta hamparan sawah yang telah menjadi batu pula” kata Rijal sambil mengantar awak MITOS keliling gua. Apabila keempat dusun yang masih tersembunyi akhirnya nanti ditemukan, kemungkinan gua Mampu menjadi gua yang terbesar di dunia, kata Rijal.

Aneh dan Menggelikan
Ada yang aneh dan cukup menggelikan yang terjadi di gua Mampu, seperti yang dialami oleh Andi Adi (24) juru parkir gua Mampu :
“Ada yang pernah datang uka-uka disini pak, tepatnya di tempat sang putri menenun. Mereka mengaku dari salah satu perguruan tenaga dalam. Ketika mereka melakukan ritual pemanggilan penghuni gua, saya larang ki, pak ! Karena disini penghuninya berbahaya. Tapi dia tetap berkeras, maka saya sebagai putra asli disini disuruh menjadi media pemanggilan ruh. Setelah konsentrasi, mereka akhirnya berhasil melakukan ritual tersebut. Tapi setelah saya mulai masuk ke dalam dimensi alam gaib, yang nampak di depanku dua orang tua. Yang satunya berbaju putih dan yang satunya lagi tubuhnya berselimut api yang membara. Mereka nampak marah kepada orang yang melakukan ritual tersebut. Setelah itu saya tak tahu lagi, karena setelah saya tersadar yang kulihat pemimpin perguruan itu telah pingsan dengan tubuh yang menghitam. Menurut salah satu anggotanya, setelah saya kesurupan, saya menampar wajah orang itu dengan berkata : “Jangan kurang ajar kamu disini, Saya tidak suka dipanggil seperti itu”. ujar Adi sembari bergidik bulu kuduknya mengingat peristiwa itu. Akhirnya orang itu dapat diselamatkan dan dibawa keluar gua dengan bantuan warga setempat, serta para tetua kampung.
Selain peristiwa di atas ada juga peristiwa yang menggelikan yang diceritakan Rijal : “Di salah satu tempat di dalam gua, ada batu yang diberi nama batu pedoman yang artinya, apabila kedua batu itu bertemu, masyarakat di sekitar sini percaya akan terjadi bencana alam. Maka apabila batu itu sudah mau bertemu, masyarakat disini akan datang memecahkan batu itu, katanya, supaya tidak terjadi bencana. Padahal tadinya batu ini sudah tidak muat uang koin apabila dimasukkan dan sekarang, kita lihatmi sendiri sudah sebesar tangan jaraknya” kisah Rijal dengan mencontohkan tangannya dirapatkan ke batu tersebut.
Masyarakat di kabupaten Bone meyakini, bahwa apabila mengunjungi gua Mampu dan kemudian terpeleset dan jatuh di dalam gua itu, maka jodoh akan cepat datang. Apalagi bila membawa pasangan dan berniat di depan batu pengantin, maka hajatnya biasanya terkabul.
Adapun pengalaman tim Wartawan MITOS didapatkan ketika menziarahi di puncak gunung Mampu yang di atasnya bersemayam makam Puange Tanre Wara. Sewaktu tim MITOS mulai mendaki, di kaki bukit tercium bau yang sangat wangi, yang menurut keterangan warga, sebagai tanda datangnya Puangnge Tanre Wara. Bau wangi itu terus tercium hingga ke punggung bukit dan nanti hilang ketika tiba di puncak bukit. Seluruh awak MITOS yang mendaki dalam keadaan yang sangat payah ketika tiba di puncak, maklum saja masih kecapaian setelah menempuh perjalanan dari Makassar dengan menggunakan sepeda motor.
Setelah berdoa di depan makam, Tim MITOS akhirnya beranjak untuk turun bukit. Ajaibnya selama perjalanan turun, tubuh mereka terasa segar seperti sudah meneguk air suplemen. “Heran saya, padahal kalau dalam keadaan biasa terkapar ma ini” ujar Ali, salah seorang wartawan MITOS. “Kalo begini biar seribu gunung bisa ji didaki” timpalnya lagi.
Belum habis rasa takjub, terjadi lagi keanehan di sekitar gua. Tiba-tiba terjadi hujan yang hanya turun mengelilingi sekitar gua, padahal di luar kompleks gua terang benderang. Pujian kepada Tuhan semua keluar dari mulut para awak MITOS melihat kejadian ini dan setelah itu muncul fenomena di langit, yaitu muncul awan putih yang menbentuk tulisan Allah yang pancaran sinarnya dari atas bukit Mampu.
Tim MITOS yang menyaksikan itu, hanya saling berpandangan takjub. Apakah gambaran di dalam gua itu memang terjadi di masa lampau, ataukah itu hanya terjadi karena peristiwa geologi semata ? Hanya Tuhan yang maha tahu. (MITOS/ali/awing)
selengkapnya→

Mitos Utama
Fenomena
Liputan
DAFTAR ALAMAT
Pengobatan Alternatif
Konsultasi Gaib
Orang Pintar
Rumah Sakit
Telpon Penting
 
Copyright 2010 Majalah MITOS Makassar. All rights reserved.
Themes by MITOS | Redesign by crew Mitos