Cerpen Misteri
Oleh : A.D.Awing
Bau minuman keras tercium dari mulut Maxi yang sedari tadi sudah meracau mengeluarkan kata-kata kotor. Seperti biasanya, Maxi dan Ronald yang merupakan dua sahabat kental sering menghabiskan akhir pekannya dengan pesta miras bersama teman-temannya yang lain di pub-pub sekitar Nusantara. Kali ini Maxi yang mentraktir, karena kebetulan ada proyeknya yang deal dan uang mukanya sudah diterima pekan ini.
“Jangan takut friend !! Saya lagi banyak duit ! Ayo…. ! Tambah minum lagi” tukas Maxi sembari memanggil pelayan pub untuk menambah beberapa botol bir lagi. “Haa..haa..haa..tambah lagi partner..! jangan malu-malu…! Ada Pimpro yang bayar…Haa..haa…!” timpal Ronald yang sambil bergoyang mengiri dentuman house music yang terus menuangkan bir kegelas teman-temannya. “Onal…! Ayo turun deh, itu sudah banyak yang halus-halus pada turun”kata salah seorang temannya dan meminta Ronald untuk berdisco. “Kamu Max..! tidak ikut turun juga..?”tanya Ronald kepada sahabatnya. “Hhmm…tidak deh..! lagi malas” jawab Maxi sekenanya saja. Maklum saja, Dia memang malas untuk urusan yang namanya perempuan. Pantas saja umurnya yang sudah kepala tiga, belum ada satupun wanita yang mendampinginya. Jauh beda dengan Ronald yang sekarang saja sudah memiliki istri dua masih saja mencari-cari pacar.
Sekarang tinggal Maxi sendiri saja yang duduk di sofa yang Dia pesan. Beberapa pramuria tampak merayunya untuk diajak berkencan, tapi walaupun Maxi dalam keadaan mabuk Dia sepertinya tak tergoda dengan rayuan-rayuan itu. Padahal kalau dilihat dandanan para pramuria itu, yang memakai busana ala kadarnya serta dengan sengaja menonjolkan bagian-bagian tertentu dari tubuhnya tak sedikit orang yang tergoda. Karena ditempat itu memang melakukan seleksi ketat untuk memperkerjakan pramusaji yang merangkap jadi pramuria, sehingga menjadi tempat favorit bagi kaum adam. “Puiih.. laki-laki sombong..! ayo pergi tak usah dirayu.., masih banyak laki-laki yang mau” bentak pramuria itu sembari mengajak temannya untuk meninggalkan Maxi, tampaknya dia frustasi melihat keengganan Maxi untuk berkencan.
Ketika bayangan pramuria itu baru saja berlalu dari hadapan Maxi, tiba-tiba muncul sesosok wanita bergaun merah menyeruak dari balik kerumunan orang-orang yang lagi asyik berdisko. Di tangannya segelas anggur merah yang sesekali dilekatkan pada bibirnya yang dibaluri dengan gincu merah. Begitu tepat dihadapan Maxi, wanita itu berjalan lemah gemulai sehingga Maxi merasa bahwa wanita itu saja yang ada diruangan itu. “Sempurna” bisik hati Maxi terkagum-kagum. Maxi seolah melihat bidadari dihadapannya membuat Dia berada dialam fantasi cinta. “Maaf..pak!.. apa minumnya ditambah?”tanya pramusaji mengejutkan Maxi.
“eeh..iya..yaa..sempurna” jawabnya kaget. “Mau rokok sampoerna pak?tanya pramusaji yang lagi bingung. “Eeh…tidak, tak usah” jawab Maxi yang merasa terusik.
Begitu Maxi menoleh, terkesiap Dia, darahnya seakan berhenti dan jantungnya berdegup keras. Lemas rasanya Dia, tubuhnya terasa tak bertulang karena disampingnya telah berdiri wanita yang membuatnya kasmaran. “Maaf bang..! Bolehkah saya duduk disini?”tanya wanita itu lembut. Kata-kata itu terasa simponi ditelinga Maxi membuatnya mabuk melebihi minuman yang diminumnya tadi. “ee..ee..Bo.bob..boleh, silahkan saja”jawabnya gagap. Lama mereka terdiam disofa itu, wanita itu nampak tenang-tenang saja sedangkan Maxi terlihat sangat gelisah, beberapa kali Dia memperbaiki letak duduknya. Seperti gunung yang akan mengeluarkan magma, begitu pula dada maxi yang menahan hasrat dihatinya. Akhirnya gunung hasrat itupun meledak mengeluarkan magma keberanian untuk berkenalan. “Eehm..maaf mbak, boleh kenalan nggak?”tanya Maxi memberanikan diri. “Boleh..bang,nama saya Susi, kalo Abang namanya siapa?” jawab susi sembari menyodorkan tangannya untuk berkenalan. “Maxi”jawabnya mulai mantap. “Tinggal dimana mbak?tanyanya lagi. “tak usah panggil mbak, kan udah tau namanya kan.., tinggalnya dekat kok, disitu tak jauh dari sini” jawab Susi menggoda.
Karena Susi wanita yang supel, maka sebentar saja mereka cepat menjadi akrab. Gunung es yang biasanya keras membeku akhirnya cair juga karena wanita yang bernama Susi. Singkat pertemuan mereka tapi begitu berkesan bagi Maxi yang kemudian mereka berjanji kembali untuk bertemu pada malam rabu pada malam Ladies night ditempat itu.
Waktu-waktu pertemuan mereka begitu dinanti oleh Maxi, hari-harinya dilewati dengan begitu ceria, membuat sahabatnya Ronald jadi penasaran dibuatnya. “Beritahu dong, kalo udah dapat pacar” Goda Ronald. “Ah.. mau tau saja urusan orang, memangnya cuma kamu yang bisa dapat cewek” timpal Maxi. “Jadi udah dapat pacar, friend ku ini”cecar Ronald. “Belum, baru taraf pede kate, friend” tukas Maxi. Akhirnya setelah didesak oleh Ronald, Maxi pun menceritakan pertemuannya dengan Susi dan mereka berjanji malam ini untuk bertemu kembali.
Pertemuan malam itu lain dari pada biasanya, karena Maxi mengutarakan isi hatinya dan disambut dengan hangat oleh Susi. Merekapun turun untuk berdansa memperingati malam bahagia mereka. Ternyata kebahagian mereka berdua juga turut disaksikan oleh Ronald yang secara diam-diam mengikuti perjalanan Maxi. Malam itu kebahagiaan Maxi sangat jelas terpancar diwajahnya, Dia begitu menikmati kebahagiaannya sehingga dia tak sadar akan kehadiran sahabatnya. “ehm..ehm.. yang lagi gembira, kenalkan dong dengan calon iparku”goda Ronald kepada sahabatnya. “eh.. kamu..Nal.., udah lama disini” “ini pacarku namanya Susi”Jawab Maxi yang sepertinya enggan mengenalkan Susi kepada sahabatnya yang terkenal sebagai play boy. Tanpa basa-basi Ronald meraih tangan Susi untuk diajak berkenalan. “Ronald” ucapnya tanpa lepas pandangannya pada Susi, dalam hatinya pacar sahabatnya ini memang begitu spesial dibanding dengan semua wanita yang pernah dikenalnya. “Namaku Su..si..”ucapnya dengan bibir yang seakan diatur iramanya. “Hei..sudah cukup kenalannya”tukas Maxi sambil memukul tangan sahabatnya yang seakan tak ingin melepas jabatan tangannya kepada Susi. Mereka bertiga kemudian terlibat pembicaraan yang hangat, tetapi pertemuan mereka terlihat Ronald begitu dominan, sehingga Maxi lebih banyak diam. Susi begitu menikmati setiap gurauan-gurauan yang dibuat oleh Ronald yang memang cukup ahli menyenangkan hati wanita, sedangkan Maxi terlihat seperti penonton yang hanya dapat memandangi lakon opera yang dimainkan oleh Ronald.
Tak terasa jam menunjukkan pukul 02.00 dini hari yang menandakan jadwal night club itu akan segera tutup. Merekapun akhirnya meninggalkan tempat itu, tapi entah mengapa pertemuan mereka tadi terasa mengganjal bagi Maxi. “Kak Max, kawanmu tadi lucu juga yah, senang rasanya bersamanya”ujar Susi. Mendengar ini Maxi hanya terdiam, Dia terus menatap kosong kedepan memacu mobilnya. Dia begitu cemburu mendengarnya, sakit terasa hatinya. “Hey..Kok .Kakak diam..Memangnya sudah bisu”goda Susi sembari mencolek pipi Maxi yang sedari tadi wajahnya cemberut.
Seperti biasanya, Susi selalu minta turun disekitar kayu bangkoa di jalan Penghibur. “Sus..! sebenarnya kamu tinggal dimana ?” “Karena kamu selalu minta turun disini,apabila kuantar, padahal Saya sangat ingin berkenalan dengan keluargamu, utamanya orang tuamu !” cecar Maxi meminta jawaban pasti. Dengan wajah tertunduk Susi tiba-tiba terdiam dan kemudian meneteskan air matanya. “maaf dik, apa kamu tersinggung dengan pertanyaanku”kata Maxi terkejut. “Tidak apa-apa, Kak ! Saya sebenarnya sudah yatim piatu dan sekarang Saya hidup sebatang kara tanpa ada sanak saudara, pertanyaan Kakak membuat Saya mengingat mereka semua” Jawabnya seraya menyeka air matanya. Dengan penuh kasih sayang Maxi kemudian mendekap tubuh Susi dalam hatinya Dia berjanji akan segera menikahi susi dan dengan segenap perasaannya akan melindungi Susi dengan jiwa raganya. “Apakah Kakak benar-benar mencintaiku ?”Tanya Susi lirih. “itu sudah pasti, dik” jawab maxi meyakinkan. “Apakah Kakak rela berkorban untukku” tanyanya lagi. “Saya rela,dik”jawabnya lebih pasti. “Maukah Kakak berjanji Untukku?”pinta susi yang kemudian mendekatkan tangannya didada Maxi. “Saya yang bernama Maxi berjanji kepada Susi bahwa saya rela berkorban untuknya” janji Maxi dengan mengacungkan kedua tangannya keatas tanda bersumpah. “Apa yang kamu rela korbankan untukku”tanya susi lagi, kali ini lebih serius tampaknya. “Aku korbankan jiwa dan ragaku untukmu” janji Maxi dengan lebih pasti. “Janjimu terkabulkan,Maxi”jawab Susi dengan senyuman. Sebelum Susi turun dari mobil Maxi, Dia masih sempat memberi ciuman hangat kepada Maxi seraya berkata : “Janjimu pasti kutagih, sayangku”. Maxi meninggalkan tempat itu dengan hati yang berbunga-bunga, dibibirnya tak pernah lepas dari senyuman mengingat kejadian tadi. Anggapannya bahwa Susi sudah menyerahkan hatinya untuk dirinya seorang.
Gelisah hati Maxi menunggu kedatangan Susi dimalam itu, sudah tiga pekan dia tak bertemu dengannya. Entah ada apa yang terjadi pada diri Susi, begitu gerangan yang menyelimuti pikiran Maxi.Terakhir perjumpaan mereka sewaktu Maxi ucapakan janji setia kepada Susi dan sampai saat ini tak bertemu lagi. Tapi yang membuat hati Maxi lebih gelisah lagi karena santer terdengar bahwa Ronald mendapatkan gandengan baru yang kata orang-orang ditemui disebuah Club malam dan ciri khas cewek itu adalah rambut sebahu dengan pakaian serba merah sangat mirip dengan kekasihnya. “Ini tak bisa dibiarkan, Saya harus selidiki si Ronald bangsat itu”
Malam itu Maxi menyewa sebuah mobil, agar tidak dikenali oleh Ronald. Setelah sekian lama dia menunggu, akhirnya dilihatnya si Ronald keluar rumah dengan motor gedenya menuju tempat mangkalnya disalah satu night club. Setibanya disana, hati Maxi terasa disayat sembilu karena wanita yang ditemui oleh Ronald tak lain adalah Susi kekasihnya. Susi begitu mesra bergayut dilengan Ronald, sesuatu yang tak pernah Susi lakukan kepadanya. “Bangsat kamu Ronald, Penghianat,Keparat”Geram Maxi dalam hati. Maxi turun dari mobil membawa belati yang telah disiapkan dari rumah. Maxi mengendap-endap mengikuti mereka berdua, sesekali Susi menoleh kearah Maxi memberikan kerlingan mata dan senyuman yang seolah mengejeknya. Sementara Ronald yang tak menyadari kehadiran Maxi terus saja mencumbui susi didepan mata Maxi. Mereka bercumbu ditengah keramaian diselingi tawa cekikikan yangmembuat mata Maxi berair tanda marah. Setiap cumbuan yang dilakukan Ronald kepada Susi, selalu saja Susi melemparkan senyuman kepada Maxi.
Tak lama berselang Ronald dan Susi naik kelantai dua night club itu sembari melambaikan tangannya kepada Maxi. Maxi sudah dapat menebak apa yang mereka hendak lakukan dilantai dua yang hanya terdiri dari deretan kamar saja. Panas hati Maxi melihatnya, harga dirinya terasa di injak-injak oleh Ronald yang merupakan sahabatnya. Dengan wajah memerah Maxi berlari keatas memburu mereka berdua, Dia membawa segunung api rasa benci yang harus Dia tuntaskan malam itu. Dia membuka seluruh pintu kamar mencari mereka berdua, ketika dia membuka kamar berikutnya didapatinya Ronald dan Susi lagi bergumul mengumbar nafsu diatas ranjang. “Bangsat kamu Ronallllld..!” “Rasakan ini perempuan sundal” “ Hiyaaaaat…”teriak Maxi yang kemudian melompati mereka berdua sambil menikamkam belatinya berkali-kali ketubuh mereka berdua. Darah yang mengucur tak menyurutkan nafsu Maxi untuk menghabisi mereka berdua. Sesaat Maxi tersadar karena teriakan orang-orang yang ketakutan dan didapatinya tubuh Ronald yang bersimbah darah sedangkan disampingnya tergeletak tubuh wanita yang ternyata bukan tubuh Susi kekasihnya, seperti yang baru dilihatnya tadi. “ Tidaaak..” teriak Maxi histeris menyadari apa yang dilakukannya tadi.
Maxi kemudian berlari keluar dengan masih memegang belati ditangannya. Beberapa kali Dia mengacungkan belatinya kearah petugas keamanan Night Club yang akan menangkapnya. Wajah Ronald dan wanita yang baru saja dibunuhnya terus saja menghantui pikirannya. Heran bercampur bingung Maxi mengingat peristiwa tadi, matanya begitu jelas melihat Ronald dan Susi saling bercumbu tetapi kemudian yang terjadi sungguh jauh dari yang dilihatnya. Dia berlari terus tak tahu arah tujuan dari mulutnya terus saja berujar kata “ tidak” yang menandakan penyesalannya. Lama Dia berlari hingga tiba di daerah Kayu Bangkoa tempat biasa dia mengantar Susi pulang. Maxi teriak seperti orang gila, rekaman kejadian yang dialaminya terus saja menghantuinya dan akhirnya dia menikamkan belati itu tepat didadanya. Darah segar yang mengucur dari dadanya membasahi tanah ditempat itu. Tiba-tiba ingatannya terhadap tangan Susi sewaktu memegang dadanya ketika Dia bersumpah dulu terlintas, dada yang dipegang Susi kini telah tertancap sebuah belati. Dari sela-sela rimbunan pohon bakau yang masih tersisa ditempat itu keluar sosok wanita yang sangat dikenalnya, wanita yang berbaju merah yang bernama Susi. Susi menghampiri Maxi yang sudah sekarat seraya berbisik mesra: “Terima kasih sayang Kamu telah menunaikan janjimu”. Dia memberikan ciuman dibibir Maxi yang mulai membiru,kemudian dengan bernafsunya Ia lalu menjilati semua darah yang menetes ditubuh Maxi. Setelah itu Susi kemudian melakukan suatu tarian aneh dihadapan tubuh Maxi lalu Ia berdiam sejenak memandangi tubuh Maxi yang akan meregang nyawa. “Ka..mu…, ter.nya.ta .. Iblis ...Su..Si”ucap Maxi meregang nyawa sambil menunjuk kearah Susi. Susi menoleh sembari tersenyum lebar, tersembul sepasang taring kecil dibibirnya yang indah. “ Hii…Hiii…” Iapun kemudian menghilang di balik rimbunan pohan bakau ***
Berita Terkait: