Misteri Makam Tujua Karebosi

Lapangan Karebosi yang luasnya sekitar 11 hektar, yang kini telah direvitalisasi atas prakarsa Walikota Ilham Arief Sirajuddin, adalah ikon kota Makassar paling populer sepanjang sejarah. Disitu pula terdapat tujuh makam misterius yang muncul sejak abad ke-10, sebelum kerajaan Gowa-Tallo terbentuk. Sampai sekarang, tetap terpelihara, dan diziarahi banyak orang.....

Selengkapnya...



Sibuk Berburu Tokek


Di tengah keterpurukan ekonomi masyarakat, termasuk di wilayah Kota Makassar dan sekitarnya, ternyata ada sebuah bisnis yang cukup menggiurkan, yakni bisnis binatang melata yang bernama Tokek. Banyak di kalangan masyarakat sangat tergiur dengan bisnis ini. Maka mereka pun membuat kandang khusus, lalu berburu Tokek kemana-mana. Ada apa dengan Tokek ?

Tokek, atau dalam bahasa Bugis Makassar disebut Tokke’,  atau di dalam bahasa Inggrisnya dikenal dengan nama Tokay Gecko atau Tucktoo, adalah sejenis cecak besar yang memiliki nama ilmiah : Geckonidae, yang suka memangsa aneka serangga dan tikus kecil, ternyata mempunyai khasiat dan manfaat bagi kesehatan manusia yang diyakini masyarakat dapat menyembuhkan penyakit gatal pada kulit. Selain daging, darah dan empedu tokek juga diyakini bisa menjadi obat. Tak hanya itu, ternyata tokek juga berfungsi menjadi obat ampuh bagi penyakit AIDS. Obat AIDS tersebut terletak pada lidah Tokek.
Tokek sering digunakan dalam pengobatan tradisional China yang memiliki efek anti-tumor. Para ahli pengobatan China mengembangkan obat tumor dari organ tubuh Tokek, karena dalam organ tersebut mampu menekan pertumbuhan dan penambahan sel-sel tumor. Tim yang diketuai Prof. Wang dari Universitas Henan, China, menunjukkan bahwa zat aktif tokek tidak hanya meningkatkan respons sistem kekebalan tubuh dari suatu organisme, tetapi juga menginduksi sel-sel tumor apoptosis (yang membunuh dirinya sendiri) serta menekan ekspresi protein VEGF dan BFGF, faktor pendukung berkembangnya kanker. Tokek efektif dimanfaatkan untuk menghilangkan tumor ganas, terutama tumor di bagian sistem pencernaan yang dijadikan sebagai alternatif pengobatan, yaitu operasi, radioterapi, dan kemoterapi.

Untuk Gairah Sex

Maraknya penangkapan satwa tokek belakangan ini yang memang sedang banyak diburu dan harganya yang mahal, kini menjadi rumor baru bahwa tokek dapat menyembuhkan virus HIV/AIDS. Namun, sampai saat ini memang belum ada riset khusus mengenai hal ini, tetapi banyak masyarakat yang mempercayainya. Bahkan di beberapa daerah di Thailand, terdapat masyarakat yang mengkonsumsinya sebagai makanan ataupun obat penambah gairah seks.
Data WHO sejauh ini memang belum ditemukan obat untuk mengobati AIDS. Bila dilihat dari sisi kedokteran memang belum ada yang mengadakan penelitian khusus tentang khasiat Tokek. Namun bila diyakini bisa mengobati, atau setidaknya mencegah penyakit AIDS, tentu akan menjadi kemajuan besar dalam pengobatan tradisional. Namun medis memang diperlukan untuk menguji khasiat dan kandungan yang ada dalam tokek itu sendiri.
Tokek memiliki antibodi yang sangat bermanfaat bagi manusia untuk menetralisir racun dalam tubuh yang kita kenal sebagai alergi dengan beberapa klasifikasi segala jenis alergi kulit ataupun alergi pernafasan, seperti asma, gatal-gatal, kudis, eksim dan lain sebagainya. Dan yang lebih utama manfaat dari Tokek terdapat pada pangkal ekornya yang memiliki kemampuan regenerasi sel, yang dipercaya bermanfaat untuk memulihkan tenaga dan mengganti sel tubuh yang rusak setelah sakit atau yang terutama dapat segera mengembalikan fungsi vitalitas pria setelah beraktivitas.
Penggunaan Tokek paling populer untuk mengobati penyakit asma dan dianggap dapat menyembuhkan penyakit tersebut secara efektif. Selain asma, Tokek diyakini dapat mengobati impotensi, meningkatkan fungsi seksual pria, serta meningkatkan stamina. Tak hanya itu, terkadang tokek juga dicampurkan dengan obat-obatan lain untuk menyembuhkan batuk dan flu. Dosis yang direkomendasikan adalah tiga sampai sembilan gram per hari, biasanya dikonsumsi dalam bentuk bubuk atau pil, bisa juga direbus dalam air.

Trend Berburu Tokek

Salah satu mitos yang berkembang, yang membuat tokek menjadi binatang yang diburu adalah, konon menurut kepercayaan tradisional Cina dan Jepang, tokek merupakan binatang yang membawa gen naga atau Herediter, sehingga dipergunakan sebagai media pemujaan terhadap para dewa. Karena naga sudah dianggap punah dan bereinkarnasi menjadi tokek, itulah mengapa dicari tokek yang berukuran 3 ons. Karena untuk ukuran 3 ons, tokek akan menampakkan sisik diatas punggungnya yang menyerupai naga.
Untuk mencari tokek ukuran 3 ons ternyata seperti mencari jarum dalam jerami, karena tokek ukuran tersebut sangat langka, pada umumnya tokek yang didapat hanya berkisar 1 sampai 2 ons saja. Selain itu yang menyulitkan bagi pemilik tokek adalah karena sangat sulitnya mendapatkan pembeli atau buyer. Seperti yang dialami oleh Dg. Liwang (38) yang sehari-harinya bekerja sebagai juru parkir dan pengumpul barang bekas.
Dia memiliki tokek yang telah mendiami kandang kambingnya sejak dia masih kecil. Tokeknya sudah berkali-kali dilihat dan dibawa ke pihak yang memgaku pembeli, akan tetapi tak ada yang membelinya. Pada umumnya yang datang hanya para makelar tokek, dan kadangkala ada pula yang memakai trik kotor, berupa timbangan yang sudah dimodifikasi sehingga apabila ada barang yang ditimbang beratnya tak melampaui 2 ons.
“Tokek ku ini pak, dari kecil ka sudah adami, pernah mi ditimbang beratnya 4,28 ons” ujar Dg.Liwang, ketika memperlihatkan tokek miliknya kepada MITOS, yang sedang berada  di dalam kandang kambingnya. Hal ini diamini oleh Dg.Raba (33) yang menyaksikan langsung penimbangan tersebut. Dalam penimbangan itu tokek milik Dg.Raba juga turut ditimbang, tapi beratnya hanya berkisar 2,9 ons saja.
“Tokkek ku pak ! 2,9 ons ji beratnya, disuruh ka piaraki dulu” ujar Dg. Raba sembari menceritakan sejarah penemuan tokeknya yang memang cukup besar ukurannya ketika diperlihatkan kepada MITOS.
Fenomena tokek ini memang sangat menghebohkan, sehingga banyak orang yang beralih profesi menjadi pencari tokek. Seperti yang diceritakan Dg.Raga (41), Dia rela meninggalkan pekerjaannya sebagai supir angkot selama 3 bulan, karena mencari hewan melata ini. “Saya pak, tiga bulan ka mencari tokek dan di rumahku masih ada tiga kandang tokek yang jumlahnya mencapai 40 ekor, tapi tak ada yang 3 ons, rata-rata 2 ons saja” kata Dg.Raga sewaktu diwawancarai MITOS di pangkalan supir angkot di bilangan Jl.Emmy Saelan.
Lain halnya yang dialami oleh Ali (25). Dia rela mencari tokek hingga ke Bantaeng. “Kasi masuk ki di majalah kanda, saya rela tinggalkan kerjaku kalo ada yang mau beli tokek dua ons, kucarikan ki, boss” ujar Ali yang akrab dipanggil Bolong oleh para sahabatnya.
Berbeda dengan kisah diatas yang rela mencari tokek dan meyakini ada pembeli tokek dengan harga mahal. Didik (30) belum yakin betul harga tokek yang selangit, karena menurut pengalamannya, tokek hasil tangkapannya hanya berharga Rp. 100.000. “Tidak ada pembeli tokek yang mampu membeli dengan harga jutaan boss, yang datang semua hanya makelar ji. Satu ji kupercaya pembeli yaitu pegawai TPR ka ji, karena dia yang beli tokekku” ujar Didik.
Pengalaman penjualan tokek dengan harga fantastis ternyata pernah dialami oleh Tahir (40) seorang guru honorer di desa Uloe kecamatan Dua Boccoe Kabupaten Bone. Beberapa waktu yang lalu, Dia mendapatkan tokek di daerah perkuburan Tak’kae, beratnya 3 ons. Tokeknya pada waktu dibeli dengan harga 20 juta rupiah. Sekarang dia memelihara lebih dari 20 ekor tokek di rumahnya.

Harga Menggiurkan

Ternyata bisnis tokek yang menawarkan harga yang menggiurkan tak selamanya mulus, karena ada pula pengalaman yang sangat memilukan hingga berujung kematian. Seperti yang dialami Supriadi(36), ayahnya meninggal dunia selepas mencari tokek didaerah Tak’kae yang memang terkenal keramat. Ceritanya bermula ketika Tahir mendapat tokek di Tak’kae dan laku dijual 20 juta, membuat warga dikampungnya berbondong-bondong mencari tokek. Seperti pula ayah Supriadi yang mencari tokek di tempat keramat pada malam hari. Dia mendapat tokek yang jauh lebih besar dari yang didapat Tahir, tapi apa lacur belum lagi tokeknya dijual, bapak itupun meninggal akibat serangan jantung. Menurut paranormal, tokek yang didapat adalah piaraan mahluk halus di Tak’kae. Akhirnya karena keluarganya tak mau ambil resiko maka tokek tersebut dikembalikan ke tempatnya.
Fenomena Tokek memang sangat menghebohkan, karena hewan melata ini sangat spesifik dalam penanganannya. Adapun dibawah ini tips-tips mengenali tokek ukuran 3 ons, serta penangannya, yakni  :

Ciri-ciri Tokek 3 ons :

1.    Suaranya tidak nyaring lagi, hanya suara geraman yang keluar dari mulutnya.
2.    Ukuran tubuhnya panjang sekitar 35 cm – 40 cm. Lebarnya lebih tiga jari orang dewasa.
3.    Sisik pada punggungnya sudah nampak seperti parut.
4.    Telah mampu menelan anak ayam.

Cara penanganan Tokek :

1.    Jangan disentuh dengan tangan telanjang, sebaiknya menggunakan kaos atau kain tangan sebagai pelapis.
2.    Pada salah satu kakinya diikat dengan helai rambut.
3.    Carilah wadah dari bambu atau botol air mineral.

Hewan melata yang mirip cicak ini memang sangat menggemparkan masyarakat, karena harganya yang sangat mahal, tak salah kiranya hewan ini dijuluki Sang Fenomenal. (MITOS/awing/dari berbagai sumber)

selengkapnya→

Siapa Ayah Syekh Yusuf ?


Kebesaran nama Syekh Yusuf  sebagai penyebar agama dan pejuang menentang penjajah, bukan hanya termahsyur di Sulsel sebagai tanah kelahirannya, melainkan juga terkenal di daerah lain seperti di Banten, Madura, bahkan di belahan dunia lain seperti di Ceylon, Srilangka dan di Cape Town Afrika Selatan. Walaupun namanya mendunia, tetapi pada umumnya, masyarakat belum tahu siapa ayahanda Syekh Yusuf sebenarnya.
Syekh Yusuf  lahir pada masa pemerintahan I Mangnga’rangi Daeng Manrabbiya Sultan Alauddin, Raja Gowa ke XIV. 19 tahun setelah Islam menjadi agama resmi kerajaan. Islam dinyatakan sebagai agama resmi kerajaan pada hari Jumat, 9 November 1607.  Syekh Yusuf lahir pada subuh hari Selasa 3 Juli 1626 di istana raja Tallo, I Mallingkaan Daeng Nyonri Sultan Awwalul Islam. Ibunda Syekh Yusuf  bernama lengkap I Tubiani Sitti Aminah Daeng Kunjung, putri pasangan I Hama Daeng Leyo Gallarrang Moncong Lowe  dengan I Kerana Daeng Singara. Tetapi tentang ayah Syekh Yusuf,  ada beberapa pendapat yang masih harus ditelusuri kebenarannya.
Wartawan MITOS yang menelusuri hal ini, menemukan beberapa pendapat tentang ayahanda Syekh Yusuf,  diantaranya :

Pendapat Pertama

Pendapat ini mengatakan, ayah Syekh Yusuf adalah Nab Khidir As. Ini didapat dalam buku “Riwaya’na Tuanta Salamaka Syekhu Yusufu”  yang ditulis Ince Nuruddin Daeng Magassing, dicetak dalam Lontara Makassar tahun 1933.  Selain itu, juga cerita yang berkembang di masyarakat, yang isinya hampir sama dengan karangan diatas. Bahkan sangat disakralkan sebagian masyarakat dan diyakini sebagian pengikut ajaran tarikat.
Pada waktu itu terjadi kilatan cahaya yang terang di tengah kebun milik Dampang Ko’mara. Nampak setelah kilatan cahaya itu, sesosok tubuh lelaki tua muncul. Lelaki itu diyakini adalah Nabi Khidir, karena mukjizat yang dibawa pada saat kemunculannya. Disaat yang sama Gallarrang Moncong Lowe, Daeng Leyo yang memiliki seorang anak gadis yang telah cukup umur untuk menikah, tetapi belum mendapatkan jodoh yang cocok untuk putrinya tersebut.
Dampang Ko’mara mendatangi Daeng Leyo untuk meminang putrinya, untuk dinikahkan dengan lelaki tua itu. Melihat keagungan yang terpancar dari wajah lelaki itu, Daeng Leyo menerima pinangan. Maka diadakanlah acara pernikahan secara besar-besaran oleh Gallarrang Moncong Lowe.
Sementara di istana Raja Gowa, Sombayya melakukan pertemuan dengan pembesar kerajaan. Dalam beberapa kali pertemuan, daeng Leyo selaku Gallarrang Moncong Lowe tak pernah hadir, karena sibuk dalam acara  menikahkan putrinya.
Mendengar berita iru, Raja Gowa mengutus menterinya menemui Daeng Leyo, perihal pernikahan tersebut. Setiba disana, utusan tersebut kaget melihat pernikahan yang tak sepadan antara lelaki tua yang tak dikenal asal usulnya, dengan seorang putri bangsawan.
Raja Gowa memerintahkan Daeng Leyo segera membawa putrinya ke istana Raja. Daeng Leyo gelisah. Namun anak mantunya, lelaki tua itu berinisiatif mengantarkan sendiri istrinya untuk diserahkan kepada Raja.
Saat lelaki tua dan istrinya tiba di depan gerbang istana Raja. Didalam istana terjadi kegaduhan, karena semua dinding istana yang terbuat dari kayu, bergetar seperti sedang terjadi sebuah gempa.
Raja heran dengan peristiwa yang terjadi. Biasanya kejadian seperti itu menandakan seorang pembesar akan datang di istana. Belum habis rasa heran Sang Raja, tiba-tiba masuk menghadap seorang abdi kerajaan menyampaikan kedatangan Putri Gallarrang Moncong Lowe bersama lelaki tua yang menjadi suaminya.
Melihat aura yang terpancar dari wajah sang lelaki tua, Raja terkesima. Namun Raja lebih terpesona pada kecantikan putri Moncong Lowe. Dengan penuh hormat lelaki tua itu menyerahkan istrinya kepada Raja Gowa, lalu lelaki yang diyakini adalah nabi Khidir itu, kemudian meninggalkan istana. Lelaki tua itu menghilang entah kemana, sama seperti waktu kedatangannya yang entah dari mana.
Malam harinya, Raja masuk ke kamar sang putri Moncong Lowe. Betapa herannya Raja melihat apa yang terjadi diatas pembaringan. Di atas ranjang terlihat tubuh putri terangkat diatas pembaringan dan sekelilingnya diliputi cahaya yang bertuliskan LAA ILAHA ILLALLAHU. Melihat ini, Raja mengurungkan niat mempersunting sang putri. Apa lagi setelah mengetahui Sang Putri telah mengandung seorang anak. Akhirnya Sang Putri dikirim ke Istana Tallo dan melahirkan seorang putra bernama Syekh Yusuf.
Ini adalah salah satu versi cerita rakyat tentang orang tua Syekh Yusuf, dan banyak lagi versi cerita rakyat yang lain, tetapi tetap menggambarkan sosok Nabi Khidir sebagai ayahanda Syekh Yusuf dengan alur cerita yang lain.

Pendapat Kedua

Pendapat ini mengatakan bahwa ayah Syekh Yusuf adalah Abdullah Khayri Al-Munjalawy, seorang ulama sufi dari Banten, yang konon bersahabat dengan Khatib Tunggal I Dato Ri Bandang. Dia mempersunting I Tubiani Daeng Kunjung Siti Aminah, Ibunda Syekh Yusuf atas bantuan Dampang Ko’mara.
Menilik pendapat ini, yang menjelaskan bahwa yang bersama Dampang Ko’mara yang diyakini sebagai Nabi Khidir adalah keliru. Karena yang bersama dengan Dampang Ko’mara adalah seorang sufi yang bernama Abdullah bin Aby Khayri Al-Munjalawi.
Bukti-bukti mengenai kebenaran kisah ini dapat ditelusuri dengan kitab-kitab yang ditulis oleh Syekh Yusuf sendiri diantaranya :
Hasyiah Fii Kitab Al-Ambah Al-l’Rab Laa Ilaaha Illallah dalam kitab ini disebutkan bahwa kitab ini ditulis oleh Al-Arif billahi Taala Syekh Yusuf ibnu Abdullah al-jawi al-Makassari
Dalam sebuah risalah yang berbahasa Arab dengan terjemahan Makassar yang ditulis dalam “hurupu serang” (Arab-Makassar) bertuliskan sebagai berikut “Syekh al-Haj Yusufu Taji ibni Abdillahi ibni Aby Khayri al-Munjalawi”  yang dalam konteks bahasa Indonesia berarti: “Syekh al-Haj Yusuf, anak dari Abdillah anak dari Aby Khayri yang bergelar al-Munjalawi”.
Pada naskah tersebut tepatnya di halaman 17, Syekh Yusuf mengulang pernyataan : “Berkata hamba yang fakir, penulis huruf-huruf, Syekh al-Haj Yusuf  bin Abdillah bin Aby Khayri al-Taj al-Munjalawi.
Selain dari naskah diatas suatu informasi dari A.G.H Abdul Rahim Assegaf Daeng Makka: “Dalam sebuah naskah tua milik habib Alwi bin Yahya di Pekalongan memberitakan, bahwa seorang auliya asal Banten yang bernama Syekh Abdullah, berjalan kearah matahari terbit dan kawin dengan putri bangsawan negeri tersebut”.

Pendapat Ketiga

Pendapat ini mengumpulkan berbagai pendapat yang berbeda dari kedua pendapat diatas diantaranya:
1.      Pendapat yang mengatakan bahwa ayah Syekh Yusuf adalah Sultan Alauddin. Pendapat ini tertuang pada salah satu tulisan dalam buku “Syekh Yusuf seorang ulama, sufi dan pejuang” tahun 1994 karya Prof. Dr. Abu Hamid.
2.      Pendapat ini mengatakan bahwa ayah Syekh Yusuf adalah salah seorang kerabat Raja Gowa yang bernama Khaidir. Terdapat dalam buku “Syekh Yusuf seorang ulama, sufi dan pejuang” tahun 1994 karya Prof. Dr. Abu Hamid.
3.      Pendapat ini mengatakan bahwa ayah Syekh Yusuf adalah Karaentta Barombong, saudara Sultan Alauddin yang wafat pada tahun 1642 dalam usia 70 tahun, dua tahun sebelum keberangkatan syekh Yusuf ke Mekkah.
Fakta yang mengatakan bahwa Nabi Khidir adalah ayah Syekh Yusuf sangat lemah dari sudut penelusuran sejarahnya, serta fakta yang tertulis. Karena naskah yang tertulis hanya merupakan cerita rakyat yang pada pembukaan kisahnya adalah kalimat ‘konon kabarnya’ dan akhir ceritanya adalah wallahu alam.
Mengenai pendapat yang berkata bahwa ayah Syekh Yusuf adalah Sultan Alauddin juga tersanggah dengan keberadaan Siti Daeng Nisanga yang merupakan istri dari Syekh Yusuf dan putri dari Sultan Alauddin.
Pendapat yang dapat diterima akal adalah pendapat yang mengatakan bahwa ayah Syekh Yusuf adalah Abdullah Bin Aby Khayri al-Munjalawi ini berdasarkan fakta yang tertulis pada kitab yang ditulis sendiri oleh Syekh Yusuf, yang menjelaskan tentang nasabnya. Ini membuktikan bahwa Nabi Khidir bukan Ayah Syekh Yusuf (MITOS/awing)
selengkapnya→

Potret Buram Makam Tuanta Salamaka


Tuanta Salamaka, Syekh Yusuf, memiliki lebih dari satu makam. yang antara lain terletak di Afrika, Srilanka, Banten, Sumenep (Madura), Makamnya di Makassar sendiri terletak di Jl.Syekh Yusuf, tepat di garis perbatasan Kota Makassar dengan Kab.Gowa.
Jasadnya telah dipindahkan Dari kuburnya  di Afrika, jasad Syekh Yusuf dipindahkan  ke Makassar, kata juru kunci makam Tuanta Salamaka kepada Wartawan MITOS. Sedangkan di Srilanka, yang dimakamkan berupa jubah dan sorban, di Banten berupa tasbih, di Sumenep, berupa jubah dan sorban.
Makam Wali besar Sulawesi Selatan ini yang terletak di beberapa daerah tersebut, sungguh sangat dihormati, dihargai, dan sangat dijaga keberadaanya. Makam yang di Afrika, pun demikian. Selalu terjaga dengan baik.
Lantas bagaimana dengan makam Syekh Yusuf di tanah kelahirannya sendiri ? Sesungguhnya sangat menyedihkan. Selama ini, keberadaan makam ulama besar tersebut, nyaris tak mendapatkan perhatian sedikitpun dari pemerintah setempat. Buktinya, orang-orang yang berziarah ke makam Tuanta Salamaka, akan senantiasa sangat terganggu oleh kelompok-kelompok preman, yang kerjanya menguras isi dompet para para peziarah. Bahkan seorang petinggi dari Malaysia, tatkala berziarah ke makam tersebut, dompetnya jadi kosong setelah keluar dari areal makam.
Di depan makam, jalan rusak dan berlubang sepanjang  100 m, sehingga kerap menimbulkan kemacetan terutama pada waktu peziarah ramai. Jalan tersebut menghubungkan ke arah makam Raja-raja Gowa, di Sungguminasa, yang berjarak sekitar 500 m.
Masyarakat peziarah ke makam Syekh Yusuf, datang dari berbagai daerah, suku, keyakinan. Baik anak bayi, orang dewasa, pengantin, orang kaya, sederhana, hingga miskin, yang kesemuanya berziarah semata – mata mengharap berkah untuk tercapainya suatu keinginan dan harapan mereka dari Allah Swt.
Selain tujuan tersebut ada juga yang berziarah dengan maksud melepas seekor kambing, sebagai rasa syukur atas terkabulnya apa yang diharapkan, sebagai pelunas nazar yang pernah diucapkan di makam itu sebelumnya

Di dalam kompleks makam, ada  perpustakaan  yang  terkesan tidak terpakai lagi. Menurut warga sekitar makam, perpustakaan tersebut akan dibuka bila ada permintaan. Maka dengan meminta kepada seseorang yang dipercaya merawat perpustakaan itu akhirnya Wartawan MITOS bisa menyaksikan isi perpustakaan, yang ternyata memang tidak terawat lagi.
Isi perpustakaan yang ada disitu tidak satupun buku tentang sejarah Syekh Yusuf dan kerabatnya yang dimakamkan di kompleks makam. Jangankan buku, gambar Syekh Yusuf  yang banyak beredar, tidak satupun yang terpajang didalam ruangan. Sedangkan buku-buku yang dapat dijumpai disitu hanya sejarah tentang daerah-daerah yang ada di Sulawesi Selatan, dan pajangan boneka dengan pakaian muslim.
Didepan gerbang makam tampak seorang yang berpakaian seragam Satpam yang dikelilingi oleh orang-orang yang tak jelas apa tugasnya, sehingga sering kali membingungkan peziarah.
Orang-orang tersebut berlomba menawarkan jasa kepada peziarah.  
“Sayapi antarki pak, bayarmaki retribusi sama saya”. desak mereka kepada peziarah. Bila memasuki areal makam mereka juga minta ongkos parkir sepatu. Tidak. Padahal di seputar makam tidak ada  lemari penitipan, seperti yang terdapat pada Mesjid Lakiung tepat disebelah kompleks makam.
Menurut beberapa peziarah yang sempat ditemui MITOS,  berharap agar makam tersebut  ditertibkan  dan dilengkapi sarana penunjang, baik dari yayasan yang dipercaya mengelola makam maupun pemerintah, supaya kondidi makam ini tidak semakin kacau.
Tujuan peziarah ke makam ini,

Jualan Bunga

Hasil pantauan Wartawan MITOS, di seputar makam Syekh Yusuf, masyarakat yang mencari nafkah disitu,  terbagi menjadi beberapa kelompok mata pencaharian. Ada yang menawarkan bunga dan perlengkapannya kepada para peziarah. Pekerjaan ini sangat membantu para peziarah yang tidak membawa perlengkapan untuk berziarah, cuma tidak sedap dipandang mata karena mereka saling berebutan untuk mendapatkan pembeli. Ketika MITOS menanyakan kepada salah satu dari mereka, mereka menjawab dengan enteng dan tanpa ragu-ragu.  “Ini masalah perut pak ! yang tidak bisa ditawar-tawar lagi karena susahnya mencari pekerjaan”. “Tinggal ma ko, tak dapat ma ki pembeli, kodong”. kata seorang ibu yang berjualan tepat di depan kompleks makam. “Rata-rata penghasilan bersih itu berkisar Rp. 20.000 per hari, pokoknya cukup mi untuk makan sekeluarga”. jelas seorang ibu yang tak mau menyebut namanya ini.
Dulu didepan makam berjejer dengan rapi lods-lods penjual bunga, Cuma karena dianggap merusak pemandangan makam serta menghambat lalu lintas kendaraan, akhirnya mereka dilarang dan lods yang   ada dibersihkan dari depan makam.
Ada juga kelompok yang berada di  depan gerbang makam sampai depan pintu masuk. Mereka terdiri dari beberapa orang sambil mendampingi security yang lagi bertugas mereka juga menganjurkan para peziarah untuk mengisi celengan yang ada didepan mereka sembari menawarkan jasa untuk mengantar  masuk ke makam, ada juga yang menjaga alas kaki peziarah dengan mengharapkan upah.  Namun semua itu terkesan seperti pemalakan, karena meminta langsung retribusi dengan ketentuan yang sudah mereka tetapkan. Setelah para peziarah keluar dari makam mereka meminta lagi untuk penjagaan alas kaki tadi. Selain itu mereka juga berebut memintah sedekah, sehingga kerapkali merubah suasana menjadi ribut.
Di dalam makam juga terdapat beberapa orang yang melakukan hal yang serupa dengan kelompok kedua tadi, karena para peziarah yang berkunjung selain memasukkan sedekah berupa uang kedalam celengan yang sudah disediakan, terdapat juga orang yang langsung memintah sedekah dengan dalih bahwa mereka membantu mengangkat tangan dalam berdoa untuk mengminkan, agar doa terkabul, sehingga secara otomatis tangan yang tadinya berdoa seketika itu juga berubah posisi menjadi tangan pengemis.
Beberapa peziarah menceritakan pengalamannya kepada MITOS. Saat peziarah berdo’a, mereka juga para premam ini ikut berdo’a. Selesai memanjatkan doa, sekejap tangan mereka dijulurkan meminta sedekah pada peziarah. Ada juga yang ziarah dengan membawa uang beberapa lembar uang 100 ribuan,  tetapi betapa kaget sambil tertawa karena merasa lucu, sebab uang dalam dompet tersebut tidak tersisa selembarpun.
Dengan kondisi seperti ini, belakangan ini masyarakat makin resah. Bahkan banyak yang berniat menziarahi makam Tuanta Salamaka tersebut, tapi urung karena kondisi kompleks makam yang semakin kacau.
A. Rimba Alam Pangerang,  Kadis Parawisata dan Kebudayaan Kab. Gowa ketika ditemui Wartawan MITOS di ruang kerjanya, terkesan pasrah dengan keadaan yang terjadi di makam Syekh Yusuf.
“Memang sudah begitu keadaannya. Mau diapakan lagi” kata  Rimba Alam Pangerang, yang juga menjadi salah seorang pengurus Yayasan Syekh Yusuf, yang membidangi masalah pendidikan.
Menurut Rimba, Pemkab Gowa pernah menempatkan Satpol PP untuk menertibkan makam, tapi kenyataannya mereka sebagai aparat  juga tak dapat bertahan lama disitu, karena masyarakat di sekitar makam melakukan perlawanan. Sejak kecil hingga dewasa mereka memang sudah disitu” keluh Kadis.
Makam Syekh Yusuf, kata Rimba,  dikelola langsung oleh Yayasan Syekh Yusuf, Dinas Parawisata dan Kebudayaan Gowa hanya melakukan koordinasi saja. Kata Rimba, namun dia tak memberi jawaban memuaskan tentang solusi yang tepat untuk mengatasi kesemrawutan di makam tersebut, yang merupakan cagar budaya yang harus dipeliharan karena dilindungi Undang-undang.
Apakah memang Pemkab Gowa tutup mata dengan keadaan ini, ataukah mereka memang tak mampu untuk mengurusnya ? Tak ada jawaban pasti (MITOS/ali/awing)

selengkapnya→

Datuk Ri Paggentungang

Sembahyang di Bawah Daun Pisang

Desa Tamarunang Kec. Somba Opu, Gowa. Poros Malino 4 km dari Sungguminasa, terdapat makam ulama besar Sulawesi Selatan yang hidup pada abad ke 16. Para peziarah yang datang ke makam ini, cukup banyak berasal dari berbagai daerah. Itulah makam Datuk Ri Paggetungang.
Makam Datuk dikelilingi sejumlah makam lainnya yang merupakan makam keturunannya. Bangunan permanen yang menaungi makam Datuk berwarna putih beratap genteng merah, luas bangunan berukuran 5 x 7 m2.
Datuk bernama asli Srinaradireja bin Abd. Makmur. Tapi lebih terkenal dengan I Dato (Datuk) Ri Paggentungang. Sang Wali hidup di zaman raja Gowa ke 14. I Mangarangi Daeng Manrabbia Sultan Alauddin, yang merupakan Raja Gowa yang pertama memeluk agama Islam pada hari Jumat 22 September 1660, dan diislamkan oleh Khatib Tunggal Abdul Makmur (Datuk Ribandang), ulama yang berasal dari Kota Kahu, Minangkabau.
Di dalam Makam terdapat pula dua makam yag bersebelahan, makam tersebut merupakan ajudannya  bernama Karaeng Bau. Dan makam yang satunya lagi adalah makam Karaeng Subhan, surona atau pelayan Datuk.
H.Majja (69) juru kunci makam yang masih keturunan Datuk, dia meneruskan tugas ayahnya, H.Genda yang menjadi juru kunci makam Datuk. Selain itu ada pula pengurus makam lainnya, Dg. Pa’go (79), Imam Lingkungan Tamarunang, Dg. Unjung dan Dg Ramma, petugas kebersihan makam dan Dg.Lili pembaca doa.
Mereka inilah orang-orang yang tulus dan ikhlas mengurus makam Datuk. Mereka pantang meminta sedekah dari para peziarah. Kalaupun terkumpul hasil sedekah, disisihkan sebagian untuk pemeliharaan makam. Tujuannya agar para peziarah dapat merasa tenang berziarah. Mereka juga menerima baik Wartawan MITOS dengan sukacita yang bertandang ke makam Datuk.  
H.Majja meyakini, selama 25 tahun menjadi juru kunci makam, tidak pernah sedikitpun mendapat bantuan dari pemerintah setempat untuk pemeliharaan makam. Padahal makam ini termasuk situs sejarah yang pantas diperhatikan dan dipertahankan keberadaannya.
Para peziarah datang dengan berbagai tujuan dan niat. Bahkan banyak juga yang sampai bernazar. Jika tujuannya berhasil mereka akan kembali dengan menyembelih kambing bahkan sampai menyembelih sapi. Yang datangpun bukan cuma masyarakat awam, tapi para caleg-caleg, pejabat pemerintah dan bahkan sampai calon bupati atau walikota. Ini juga mungkin ada kaitannya dengan pesan Datuk kepada anak-cucunya. “Jika suatu waktu kalian menemui kesusahan, maka ingatlah aya” Pesan inipun pernah dikatakan kepada muridnya, Syekh Yusuf yang masih usia 18 tahun, sewaktu akan berangkat ke Mekah, ujar sang juru kunci makam.  
Datuk datang ke Sulsel, untuk mencari ayahnya, Datuk Ribandang. Lalu dia diajak sahabatnya, Lo’mo Ri Antang untuk menetap di daerah ini, agar bisa bersama-sama melanjutkan tugas Datuk Ribandang yang telah meninggal

Guru Syekh Yusuf

Sebelum Syekh Yusuf  berangkat ke Mekah, lebih dulu memperdalam ilmunya pada Datuk dan Lo’mo. Dia belajar ilmu hakiki pada dua ulama besar tersebut.
Sekali waktu, Datuk sepakat dengan Lo’mo bertemu Syekh Yusuf, untuk merencanakan perjalanan memperdalam ilmu pada wali-wali yang ada di Mangkasarak (Makassar).
Datuk berkata ; “Cucunda Yusuf, saya sudah dengar kesempurnaan ilmumu. Tapi biarpun begitu, baiknya kita bertiga mengunjungi dan menuntut ilmu pada wali-wali di tanah Mangkasarak”  jawab Yusuf, baiklah kalau nenek menghendakinya.
Setelah persediaan sudah cukup, dan ditetapkan waktu yang baik, perjalanan pun dimulai. Pertama mereka menuju gunung Bulusaraung. Dari sana mereka lanjut ke gunung Latimojong, kemudian langsung menuju ke gunung Bawakaraeng. Di gunung Bawakaraeng, mereka bertemu dengan wali-wali.  Lalu Yusuf wali-wali ; “Hai, Yusuf, sudahkah engkau dari gunung Bulusaraung dan Latimojong, lalu engkau tiba disini ?” Yusuf menjawab “Benarlah demikian sudah semua saya kunjungi. Sekarang saya berharap dianugrahi ilmu barang sedikit”.
Dan belajarlah ketiga ulama itu kepada wali-wali tersebut. Tiada berapa lama, maka sepakatlah wali-wali dan berkata : “Cukuplah sudah ilmu pengetahuanmu di tanah Mangkasarak, dan sebaiknya kamu berkunjung ke tanah suci, naik haji untuk menguji tentang kecukupan ilmumu itu dan menguji pendapatmu”. Selesai wali-wali itu berkata, maka ketiganya mohon diri pulang ke negeri Gowa.
Ada cerita yang melegenda di masyarakat tentang ketinggian ilmu I Datuk Paggentungang. Menurut H.Majja, pernah suatu waktu seorang ulama datang menemui Datuk, setelah keduanya selesai mengobrol tibalah waktu shalat. Saat itulah  ada kejadian yang tak lazim saat keduanya melaksanakan shalat. Ulama itu sembahyang di atas daun pisang, sedangkan Datuk justeru sembahyang di bawah daun pisang.
Datuk menyebarkan agama Islam di kerajaan Gowa-Tallo dengan memberikan wejangan dan nasihat kepada masyarakat. Datuk bersama sahabatnya I Lo’mo Ri Antang, tidak bisa dipisahkan dalam hal penyebaran agama Islam dikerajaan Gowa-Tallo, sepeninggal Datuk Ri Bandang (MITOS/zardi/awing)

selengkapnya→

Kisah Bungung Lompoa ri Antang

Tongkat Ditancap ke Tanah, Air pun Menyembur

Sebuah sumur tua, terletak Antang, kec.Manggala, Makassar, tepatnya di dalam kompleks pemakaman ulama besar abad ke 16, I Lo’mo Ri Antang, di bilangan Jl.Antang Raya. Sumur itu popular disebut Bungung Lompoa, atau sumur besar. Artinya, sumur ini punya nilai kebesaran, sebab sepanjang musim hujan dan musim kemarau, airnya tetap saja normal, jernih, dan segar. Dalam sejarah peradaban masyarakat Antang dan sekitarnya, sumur itulah menjadi sumber mata air terbesar dan kesohor di seluruh negeri.
Siapa yang menggali sumur tersebut ?
Alkisah, kawasan Antang pada abad ke-16, mengalami musim kemarau  yang sangat panjang, sehingga untuk mengambil air wudhu saja sangat sulit. Suatu hari, Lo’mo terlihat berdo’a, minta petunjuk kepada Allah untuk mengatasi kesulitan air bagi masyarakat.  
Lalu dia berjalan dari rumahnya ke arah barat. Tak jauh dari rumah,  Lo’mo singgah di tempat yang agak berbatu. Disitu dia berdo’a pula, lalu menancapkan tongkat kayu yang dipegangnya kedalam tanah. Setelah mencabut tongkat itu, serta-merta dari kubang bekas tongkat memancar air bersih dan menyegarkan. Dari pancaran air pertama kali, Lo’mo mengambil air wudhu, dan seterusnya sumur itu menjadi sumber air bagi masyarakat Antang dari abad kea abad.
Sumur itu sekarang masih digunakan oleh masyarakat umum untuk keperluan sehari-hari. Selain itu air sumur tersebut digunakan untuk mencuci benda-benda peninggalan dari Lo’mo.
Wali yang merupakan putra asli Sulawesi yang menjadi sahabat Datuk Paggentungan dan guru Syekh Yusuf ini, selain telah mewariskan ajaran agama, juga mewariskan sumur yang tak pernah kering sepanjang abad, yang dibuatnya hanya dengan menancapkan tongkat satu kali ke dalam tanah. Wali yang kemudian nyaris terlupakan (MITOS/zardi/awing)

selengkapnya→

I Lo’mo Ri Antang, Hidup Kembali Setelah Dikubur di Laut


Syiar agama Islam yang dilakukan oleh Lo’mo Ri Antang, tak lepas dari syiar agama yang dilakukan oleh Dato’ Paggentungang. Demikian simpulan yang didapat Wartawan MITOS dari sejumlah literatur dan hasil penelusuran pada berbagai sumber. Banyak kisah yang didapatkan, yang selama ini nyaris tak pernah diketahui halayak umum.
Wartawan Mitos saat mengunjungi makam I Lo;mo Ri Antang, lebih bertandang ke rumah Dg.Sillo (70), di Jl.Antang Raya, di sekitar pertigaan Jl.Borong Raya, Kelurahan Antang Kec.Manggala. Dia adalah juru kunci makam, dan masih keturunan I Lo’mo Ri Antang. Dulu, tepat di belakang rumah sang juru kunci, berdiri kokoh rumah panggung berarsitektur adat Makasssar. Rumah itu jadi kediaman ulama besar I Lomo Ri Antang. Tapi sayang, karena perselisihan keluarga, tanah dan rumah bersejarah bagi perkembangan Islam di Makassar itu, telah dipindah-tangankan, dan kini telah beralih fungsi jadi ruko. Rumah dipindahkan kedalam gang dengan kondisi yang sangat memprihatinkan. Sungguh memiriskan memang, situs sejarah Islam yang sebenarnya harus dilestarikan, terancam bakal punah. Hilangnya sejarah itu merupakan kiamat kecil bagi peradaban manusia di masa yang akan datang.
Syiar agama cara I Lo’mo Ri Antang, dilakukan dengan menjadikan dirinya contoh dalam beribadah. Ajarannya, termaktub dalam sebuah kitab yang berjudul “Lontara’na Lo’mo Ri Antang”. Yang hanya dapat dibuka pada waktu tertentu, yaitu pada bulan-bulan biasa hanya dibuka pada hari ketujuh kemunculan bulan dan hari ketujuh sebelum bulan tenggelam. “Tujuh pammumbana bulangnga siagang tujuh pammatena bulangnga, jadi hanya dua kali sebulan pada bulan biasa”, jelas Dg Sillo. “Pada bulan Ramadahan kitab dibuka dan dibaca setiap hari, sedangkan pada bulan dzulhijjah atau bulan haji dibuka tiga hari berturut-turut, yaitu pada hari-hari tasyriq 11, 12, 13 dzulhijjah”. tambahnya.
Pada akhir kitab Lontara , tertera stempel berwarna merah berbentuk bintang lima, dan di bawahnya tertulis dengan huruf arab gundul tulisan “Jafar Shadiq” yang menurut Dg. Sillo merupakan cucu dari Nabi Muhammad. “Di akhir tulisan ada juga tertulis ; “Hasanuddin”, entah itu nama dari I Lo’mo Ri Antang atau tulisan Sultan Hasanuddin, Saya tak tahu pastinya, nak !” kata Dg. Sillo dengan tutur kata yang sangat hati-hati. Agaknya tutur kata Dg.,Sillo menandakan kesakralan kitab peninggalan I Lo’mo Ri Antang. Selain kitab Lontara, ada juga benda peninggalan lainnya antara lain berupa bendera merah putih.

Melepas Niat

Areal makam tak jauh berbeda dari makam Dato Ri Paggentungang yang nampak terawat dengan baik. Di sebelah kanan makam terdapat pohon besar dengan akar yang menjuntai ke tanah. Dahan dan daunnya menaungi bangunan makam. Di sebelah maka ada papan bertuliskan ; Perlindungan Situs Purbakala dari Departemen Kebudayaaan dan Pariwisata Makassar.
Makam bercat putih, lantainya memakai tegel warna hijau, berbentuk segi delapan dengan ukuran 5 x 7 m persegi. Terdapat dua pusara, yaitu makam Lo’mo Ri Antang dan makam istrinya, I Daeng. Diluar makam, terdapat juga makam yang agak kecil, yakni makam Bongga Kanangna, yang disebut juga dengan gelar Pajagayya, atau ajudan yang mengurus keperluan I Lo’mo Ri Antang..
Pada tiang makam, banyak terdapat daun pandan yang terikat. Ada yang masih hijau tapi banyak pula yang sudah kering. Menurut Dg. Beta (50) penerus juru kunci makam dari Dg.Sillo yang juga merupakan pamannya sendiri. Dia mengatakan, peziarah bukan hanya datang dari masyarakat Makassar, tetapi juga ada yang datang dari Kalimantan bahkan dari Malaysia.
Sebelum mengikat daun pandan, biasanya para peziarah melakukan nazar terlebih dahulu. Mereka berniat apabila nazarnya telah terlaksana mereka akan datang kembali untuk melepaskan ikatan tersebut. Dalam ritual melepas ikatan tersebut, kebanyakan dari mereka juga membawa penganan dari beras ketan yang masyarakat sekitar disebut “songkolo” untuk diberkahi. Tak jarang dari peziarah juga membawa hewan untuk qurban, biasanya berupa kambing bahkan sapi, tergantung dari nazar mereka masing-masing. Ada juga dari mereka yang tidak menyembelih hewan yang mereka bawah. Cukup dilepas saja di areal makam, ritual semacam ini biasanya disebut juga dengan nama Appalappasa niat atau melepas niat.

Meninggal di Laut

Dg.Sillo berceritra, dengan mengutip dari kisah-kisah Lontara Bilang (catatan harian), bahwa pada perjalanan Syekh Yusuf ke tanah Mekah dengan menumpang kapal Melayu tahun 1644, ternyata dalam perjalanan  tersebut ikut pula Lo’mo Ri Antang bersama Syekh Yusuf menunaikan ibadah haji.
Di tengah perjalanan, Lo’mo Ri Antang wafat. Entah apa penyebab wafatnya. Tak disebutkan dengan jelas sebab-sebab wafatnya. Karena dikhawatirkan mayatnya membusuk di dalam kapal, maka nakhoda kapal melakukan prosesi pemakaman laut, atau di dalam Lontara Bilang disebut Di Ladung atau ditenggelamkan kedalam laut. Setelah prosesi pemakaman, perjalanan dilanjutkan.
Setelah menempuh perjalanan laut, akhirnya kapal yang di tumpangi Syekh Yusuf tiba di dermaga Jeddah. Alangkah ajaibnya, setibanya di dermaga, Syekh Yusuf mendapati Lo’mo sudah berada disana dalam keadaan sehat wal afiat. Sebagai orang awam, kejadian seperti itu merupakan hal yang mustahil, tetapi tidak bagi orang yang mendekatkan dirinya kepada Tuhan, yang telah menjalani kehidupan ibadah setingkat ma’rifat, seperti Syeh Yusuf dan Lo’mo. Bagaimana bisa orang yang telah nyata wafat dan telah dikuburkan di tengah laut, dapat hidup lagi dan lebih dulu tiba di tempat tujuan.
Maka dari kejadian itu Lo’mo digelari Hayyun Fiddar atau orang yang hidup di dua tempat, sebagai rahmat yang diberikan Tuhan kepada seorang wali yang bergelar I Lo’mo Ri Antang.
Tentang penamaan Antang, menurut Dg. Sillo, suatu waktu sang ulama besar itu melakukan perjalanan ke suatu tempat, dimana dia merasa sudah waktunya untuk menetap, maka diapun menyatakan sudah mau menetap di suatu tempat. Diapun memilih tanah yang sekarang menjadi kuburannya. Lo’mo pun berkata “Pa’parrekangma balla, ka la mantang ma” artinya “Buatkan Saya rumah, karena Saya sudah mau menetap”. Maka disinilah dia dibuatkan rumah untuk ditempati bersama keluarganya, sebelum menyertai Syeh Yusuf  berangkat ke Mekah. Rumah itu disebut dengan Balla Lompoa I Lo’mo Ri Antang.  Dari kata mantang inilah maka daerah dimana dia tinggal disebut ‘Antang’ hingga sekarang.
Sekembalinya dari Mekah, disinilah Lo’mo meninggal dunia untuk yang kedua kalinya (zardi)
selengkapnya→

Wendy dan Kakek Misterius


Bagi Wendy (32), lelaki keturunan Tionghoa di Makassar, penyandang gelar muallaf (masuk Islam-red), lalu dia bernama Muhammad Wendy,  ternyata merasakan bahwa tidak semudah mengucapkan ikrar dua kalima syahadat, dibanding tantangan kewajiban agama yang mesti dijalankannya.
Pada 27 juli 2001, Wendy yang bekerja sebagai tekhnisi electronik, telah beralih agama dari agama Budha ke agama Islam. Dia mengucapkan syahadat di mesjid Al Markaz Islamic Centre. Tetapi walaupun sudah masuk Islam, Wendy masih senang mengunjungi tempat hiburan malam (THM). Dia masih sering melepas lelah dengan bersantai sambil menikmati minuman beralkohol di THM, dan mendapatkan layanan pramuria yang cantik-cantik. Sebelum masuk Islam, Wendy memang adalah pengunjung berat di sejumlah THM di Jl.Nusantara, Makassar.
Pada suatu malam, seusai beraktifitas, Wendy mendapat undangan pada pembukaan sebuah THM di Jl.Nusantara. THM itu adalah milik sahabat Wendy juga. Di tempat itulah dia dengan sejumlah sahabatnya berbincang sambil minum sampai mabuk berat. Dan akhirnya mereka tidak merasakan waktu yang bergerak hingga pukul 02 dinihari. Setelah THM itu tutup, barulah Wendy pulang ke rumah dengan mengendarai sepeda motor.
Di bilangan Jl.Achmad Yani yang dia lewati, suasana sudah sangat sepi. Tiba-tiba Wendy melihat seorang lelaki tua yang usianya sekitar 80 tahun, berjalan sendiri sambil memeluk sebotol air mineral.   
Wendy menghetikan kendaraannya. Dia berniat ingin menolong sang kakek. Dia lalu menyapa sang kakek ; “Mau kemana ki ?”, Si kakek menjawab ; “ mau ke Mallengkeri“ dengan menggunakan bahasa Indonesia yang pasih. Orang tua itu mengenakan baju koko, kopiah hitam dan memakai sarung.
“Mari saya antar karena tujuan saya melewati jalan itu ji”, ajak Wendy. “Terimakasih nak”. Jawab si kakek. Wendy pun menyilahkan kakek tua itu naik ke boncengan motornya.
Alangkah kagetnya Wendy, karena ternyata tanpa terasa si kakek itu sudah berada ti atas sadel motor. Dan  tanpa ada rasa beban sedikitpun. Dari sinilah Wendy awalnya merasakan ada keanehan sebab, lelaki tua yang diboncengnya seperti melayang diatas kendaraan. Kendaraanpun melaju menyusuri suri Achmad Yani, kemudian si kakek mengawali nasehatnya kepada Wndy :
Dia berkata, seorang muslim dilarang minum khamar. Tidak boleh berbohong, tidak boleh mencuri, tidak boleh berkelahi dan harus shalat. Dengan polos Wendy menjawab ; Kek saya masuk muslim baru bulan ini. Mendengar ucapan Wendy, tidak sepatah-katapun yang diucapkan sang kakek. Dia diam membisu. Sepanjang perjalanan keduanya tak ada lagi yang bercerita. Keduanya membisu. Sementara sepeda motor melaju di sepanjang jalan yang sunyi pula.
Dalam hati Wendy, merasakan adanya keanehan tentang orang yang sedang diboncengnya. Setiap yang diucapakan terasa ada getaran, kesejukan dan selalu terngiang-ngiang di telinganya. Dan akhirnya tanpa terasa keduanya sudah sampai ke tujuan, yakni  di Mallengkeri. Si kakek berkata : ”Berhenti disini saja nak ..” Dan motorpun dihentikan. Tapi lagi-lagi Wendy tersentak kaget, karena orang itu sudah berada di tepi jalan saat motor baru saja berhenti. Dan yang lebih mengherankan, karena si kakek kembali berjalan menuju arah makam Syekh Yusuf di Lakiung.
Wendy berusaha mengejar karena khawatir mungkin orang tua itu salah jalan. lagi-lagi Wendy terheran-heran, karena orang tua tersebut berjalan dengan kecepatan yang luar biasa. Sulit diikuti dengan pandangan mata, akhirnya dia lenyap di kegelapan malam.
Tanpa pikir panjang Wendy tancap gas meninggalkan Mallengkeri. Bulu kuduknya merinding kencang. Dalam hatinya dia berkata, orang yang saya bonceng itu ternyata bukan manusia.
Sejak kejadian malam yang, itu Wendy sudah tidak berani ke tempat hiburan minum bir. Dia berusaha keras merubah kebiasannya. Wendy berusaha menjalankan nasehat kakek misterius tersebut, dengan jalan memperbaiki hidupnya sesuai agama yang telah dia anut (MITOS/jabbar)

selengkapnya→

Asal Mula Nama Danau Mawang

Danau Mawang,  terletak di kelurahan Romang Lompoa, kec. Bontomarannu, Gowa, yang terkenal sebagai salah satu obyek wisata di Gowa, ternyata menyimpan kisah yang melegenda.
Di balik keindahan dan kepopuleran obyek wisata alam ini, ternyata danau Mawang telah menjadi saksi bisu tentang  ketinggian ilmu tiga ulama besar yang ada di Sulawesi Selatan pada zamannya. Banyak kisah tentang danau Mawang dan para wali, antara lain kisah Dato Paggentungan, Lo’mo Ri Antang dan Syekh Yusuf  yang pernah memancing bareng di danau itu. berikut hasil penelusuran wartawan Mitos ;
Suatu hari, I Dato Paggentungang mendengar kabar tentang banyaknya ikan di danau Mawang. Dato yang hobby memancing pun berangkat ke danau Mawang bersama  Lo’mo Ri Antang. Waktu itu Syekh Yusuf  yang masih berumur 16 tahun, juga ikut serta. Sementara Mereka asyik memancing, tiba-tiba turun hujan yang sangat deras. Mungkin karena merasa dingin akibat terpaan hujan, Dato Paggentungang ingin merokok, tapi ketiganya tak ada yang membawa korek api. Maka Dato meminta Lo’mo Ri Antang mencari api di rumah kebun yang tak jauh dari tempat mereka memancing.
Sesampainya di rumah kebun itu, ternyata Lo’mo tak menemukan api. Akhirnya Lo’mo kembali tanpa membawa api. Kemudian mereka melanjutkan memancing.
Dengan ilmu yang dimiliki oleh Dato Paggentungang, dia membiarkan rokoknya terkena hujan yang mengalir dari capingnya (atau saraung - tutup kepala yang terbuat dari anyaman daun nipa)).  Ajaibnya, rokok itupun terbakar. Kejadian tersebut disaksikan oleh Lo’mo Ri Antang dan Syekh Yusuf.  Lo’mo  malu minta api kepada Dato, yang merupakan kakaknya dalam hal spiritual keagamaan. Lo’mo memilih menunggu petir menyambar untuk menyulut rokoknya. Pada saat petir menyambar, Lo’mo kemudian membakar rokok pada cahaya petir tersebut, lalu diam-diam melanjutkan memancing tanpa menyadari lirikan Syekh Yusuf  yang sedari tadi memperhatikannya.
Begitu juga dengan Syekh Yusuf yang ingin merokok tapi segan meminta api rokok kepada kedua gurunya tersebut. Maka Syekh Yusuf pun menyimpan pancingnya dan berjalan di atas tingkasa (pematang) danau. Selanjutnya, Syekh Yusuf  menenggelamkan tangannya yang sudah memegang rokok kedalam air sebatas pangkal lengan. Beberapa saat kemudian dia menarik tangannya dari dalam air, maka terlihatlah ujung rokok Syekh Yusuf  terbakar api dan tidak basah sedikitpun. Kedua gurunya menyaksikan kejadian tersebut dengan tersenyum bangga kepada Syekh Yusuf yang telah dapat menyempurnakan ilmu hakiki yang diberikan oleh kedua ulama besar itu. Ilmu hakiki itu meliputi unsur air yang dibawa oleh tetesan air hujan dan digabung oleh jilatan petir yang membawa unsur api, yang dapat dikendalikan oleh khalifah alam, yaitu manusia atas kehendak Allah Swt.

Pendapat

Banyak pendapat mengenai kisah diatas, yang periwayatannya sama tetapi penekanan maknanya yang berbeda.  Ada beberapa pendapat  mengatakan, ketiga wali tersebut satu perguruan dan apa yang mereka lakukan di danau Mawang, adalah pertarungan kehebatan ilmu, dan pemenangnya adalah Syekh Yusuf. Persoalannya ialah, bila ketiganya satu perguruan, maka siapa yang menjadi guru atas ketiganya ?  
H. Djamaluddin Paramma Dg. Djaga, cucu dari Syekh Yusuf dari istrinya Dg. Nisanga, kepada Wartawan MITOS membeberkan fakta, bahwa Syekh Yusuf pada kejadian di danau Mawang itu masih berumur 16 tahun. Sedang Lo’mo Ri Antang  berumur 50 tahun dan Dato Paggentungang lebih tua lagi. Umur 18 tahun Syekh Yusuf  berangkat ke Banten meninggalkan Makassar dan tak pernah kembali. “Jadi menurut fakta yang saya dapatkan, Lo’mo  dan Dato saat itu sedang menyempurnakan ilmu Syekh Yusuf. Kejadian itu bukan pertarungan ilmu, tetapi pembelajaran ilmu hakiki yang diberikan oleh Dato Paggentungan dan Lomo Ri Antang” urai Dg. Djaga sembari menyodorkan buku-buku karyanya tentang Syekh Yusuf.
Dari kejadian tersebut diatas, timbullah perkataan yang mengatakan Ammawang Ngasengmi Pa’ngissenganna (muncul semuami ilmunya)  dan dari kata Ammawang (terapung) maka danau tempat mereka memancing itulah kemudian disebut danau Mawang.
Danau Mawang dulunya tidak seluas sekarang. Dulunya hanya merupakan sebuah rawa tempat memancing sempit, sebelum didatangi ketiga wali tersebut. Inilah salah satu versi tentang asal mula penamaan danau Mawang, selain beberapa versi lain tentang asal-mula nama Danau Mawang.  (MITOS/zardi/awing)   
selengkapnya→

Misteri Kerajaan Jin di Poso


Cerita ini, adalah hasil pengalaman spiritual yang dialami seorang pemuda asal Makassar bernama Ihsan, yang berkunjung ke Palu Sulawesi Tengah, beberapa waktu lalu, tepatnya di daerah Tentena (Pendolo), Dia membezuk saudaranya yang bekerja pada proyek pembukaan jalan trans Sulawesi. Namun tanpa disengaja, pemuda tersebut  mengalami perjalanan spiritual yang cukup misterius. Dia ternyata memasuki kawasan kerajaan jin terbesar di Indonesia..
Daerah Poso beberapa waktu yang lalu dikenal dengan daerah komflik, yang membuat orang yang berkunjung ke daerah tersebut jadi ketakutan. Karena sulit menemukan ketenangan dalam mencari nafkah. Ternyata daerah tersebut bukan hanya dikenal sebagai daerah konflik semata, tapi ternyata juga penuh dengan mistik. Kerajaan jin di Poso itu sudah dikenal warga setempat sejak dahulu kala, Dan tidak sedikit cerita tentang orang yang hilang secara misterius. Ada yang hilang selamanya, dan ada pula yang kembali tapi sudah dalam kondisi hilang ingatan.
Memang kondisi daerah yang mempunyai hutan yang cukup lebat, pohon-pohon yang cukup besar seperti di Tentena, dapat  diyakini sebagai kota kerajaan jin yang menakutkan. Bukan hanya di waktu malam, bahkan waktu siang pun bangsa jin disana sungguh sangat ditakuti.
Di zaman penjajahan Jepang, seperti diungkapkan Ihsan kepada MITOS, pesawat tempur Jepang yang mengudara di malam hari menemukan ada kota yang cukup ramai dan sangat indah dipandang dari udara. Hal ini menimbulkan kecurigaan dari pihak Jepang, dengan adanya kota yang sengaja disembunyikan oleh pemerintah Indonesia ketika itu. Hal ini ditanyakan  pihak Jepang kepada penduduk setempat, Masyarakat menjelaskan bahwa yang dimaksud itu sesungguhnya adalah kota kerajaan jin. yang berkuasa di daerah Palu, tepatnya di daerah Weintira.
Untuk membuktikan cerita itu, tentara Jepang mengudara di malam hari dan membawa bendera beserta tiangnya, lalu dibuang dari udara tepat di tengah kota yang dimaksud. Dan ternyata ketika siang harinya, pasukan Jepang dengan persenjataan lengkap menembus hutan, dan ditemukanlah bendera tersebut tersangkut di sebuah pohon yang sangat besar di tengah hutan belantara..
Agaknya Ihsan tertarik untuk membuktikan cerita masyarakat setempat soal Weintira. Pada tengah malam dia bersemedi dan melakukan perjalanan spiritual ke wilayah kerajaan jin tersebut. Dan diapun membuktikan dengan pengalaman spiritualnya menembus dimensi kerajaan jin, dan menjumpai berbagai misteri kehidupan bangsa jin.
Kerajaan jin yang cukup ramai dengan berbagai aktivitas masyarakatnya yang cukup bervariasi, layaknya seperti kehidupan manusia. Ada pasukan militer penjaga gerbang istana yang ukuran poster tubuhnya mirip manusia kate (ukuran kecil) setinggi 50 cm, yang usianya melampaui usia manusia umumnya yaitu sekitar 500 tahun..
Ternyata untuk dapat memasuki daerah tersebut, harus melalui persyaratan dan memperlihatkan kartu identitas yang legalitasnya diakui di dunia jin. Setelah memperlihatkan ‘kartu tanda pengenal’ milik Ihsan, tentunya berupa ilmu khusus,   barulah dia dapat diizinkan masuk sebagai tamu penting Kerajaan. Kecuali jika ada orang yang dianggap melanggar aturan mereka, maka akan diseret masuk kedalam untuk menjalani pemeriksaan, lalu dijatuhi hukuman sesuai kesalahan yang diperbuatnya. Misalnya seseorang yang membunuh seekor ular. Ternyata ular yang dibunuh itu adalah bangsa jin. Maka si pembunuh akan dibawa ke kerajaan jin untuk diadili.
Di kerajaan itu berbagai macam bentuk jin yang dapat disaksikan. Ada yang tinggi kurus dan punya kepala yang cukup besar, ada yang wajahnya normal seperti layaknya manusia, cuma ukuran badan yang cukup besar dan setinggi pohon kelapa. Mereka hidup dengan berbagai aktivitas yang berbeda-beda
Sambil berjalan,tanpa terasa Ihsan memcoba memasuki sebuah tempat berupa benteng pertahanan yang cukup besar. Dia disambut oleh algojo yang bertugas menjaga benteng. Si algojo mehampiri Ihsan dan menyampaikan  salam penghormatan sebagai tamu penting dan berkata ; ”Mungkin bapak punya maksud  berkunjung di tempat ini ?” Ternyata tempat itu adalah sebuah penjara yang diperuntukkan bagi manusia yang menjalani hukuman. Alangkah kagetnya Ihsan ketika dia mendengar suara yang memanggil namanya dari kejauhan.Ihsan mendekati orang itu, ternyata dia adalah teman bermainnya waktu kecil. Pemuda itu sedang menjalani hukuman,kaki,tangan dan lehernya diiakat dengan rantai dan diikatkan pada sebuah tiang besi.
Lalu algojo itu bertanya pada Ihsan ; “Apa dia teman bapak ?”.“Ya ..tapi apa kersalahannya sampai dia berada di tempat ini ?” tanya Ihsan, Jawab sang penjaga  ; “Saya tidak tahu prosesnya, karena saya hanya ditugaskan menjaga tahanan sampai pada batas waktu dia dibebaskan, atau dihukum mati“
Setelah beberapa saat terjadi dialog Ihsan mohon pamit,dan menitipkan pesan kepada hakim yang akan mengadili temannya itu, agar dibebaskan,karena kesalahan yang dibuatnya dilakukan dengan tidak disengaja, Dan Ihsan pun berlalu, selanjutnya dia terbangun dari semedinya, bersamaan dengan waktu subuh (MITOS/jabbar)

selengkapnya→

Ruko Berhantu di Toddopuli

Sekilas ruko yang terletak di Jl.Toddopuli Raya Timur, kelurahan Paropo kecamatan Panakkukang, Makassar, tak ada yang begitu istimewa, baik dari bentuk bangunan maupun dari segi lokasi, semuanya nampak seperti ruko-ruko lain pada umumnya.
Ruko yang berdampingan langsung dengan Warung Kopi Aleta yang beraktifitas selama 24 jam dan tak pernah sepi dari pengunjung itu, sama sekali tidak terpengaruh misteri yang terdapat di ruko tersebut. Ada apa sebenarnya di ruko tersebut ? Apakah betul kata orang bahwa ruko itu berhantu?
H. Ajis Kalla (36) pemilik Warkop Aleta ketika ditemui oleh Wartawan MITOS, menceritakan perihal ruko itu serta kejadian-kejadian aneh di dalamnya. “Kebetulan saya ingin menyewa ruko itu pak, tetapi ada dua  orang karyawat saya yang sering kerasukan apabila masuk ke lantai dua ruko itu, itulah yang membuat saya jadi sedikit khawatir, pak!” ujar H.Ajis kepada.
“Yang lebih aneh lagi, karyawati saya itu pernah hilang selama satu hari, kami semua sudah bingung mencarinya kemana-mana, padahal anak ini tak memiliki sanak-saudara sama sekali di Makassar. Dia ditemukan menjelang magrib di dalam kamar mandi ruko ini, ketika ditanyakan tentang keberadaannya di dalam kamar mandi, anak itu hanya mengaku bahwa sewaktu dia bekerja tadi, tiba-tiba dia diserang kantuk yang luar biasa, jadi dia ingin beristirahat sejenak di kamarnya. Entah kenapa dia bisa berada di dalam kamar mandi”  jelas Ajis sembari menunjukkan kamar mandi yang dimaksud kepada MITOS.
Keangkeran ruko ini juga diakui oleh H.Awe (30) Manejer Cauntry Bilyard, dan Song (24) karyawan Jelita Refleksi. Keduanya merupakan saksi mata yang menyaksikan langsung kejadian-kejadian aneh di tempat itu. “Kalo saya membersihkan di dalam, pak ! Bulu kudukku berdiri semua seperti ada orang yang mengikuti saya”. ujar Song seraya menyapu seluruh tangannya yang mulai bergidik. Hal inipun diakui oleh H.Awe yang kurang lebih pernah mengalami peristiwa serupa.
“Kalo saya pak,  tak beranika masuk sendirian ke dalam ruko, tak adaji yang kulihat akan tetapi perasaan selalu tidak enak kalo masuk ke dalam ruko”  ujar H.Awe membenarkan ucapan Song.
Menurut  informasi yang ditemukan oleh MITOS, ruko tersebut dulunya adalah sebuah sanggar  tari yang sekarang sudah tidak difungsikan lagi oleh pemiliknya. Sehingga membuat ruko tersebut menjadi lama kosong. Awalnya dua ruko lain disampingnya juga sebenarnya juga kosong, tetapi setelah dipindah tangankan kepada H.Ajis, ruko kosong tersebut disulap menjadi warung kopi.
Kedua karyawati warkop bernama Ani dan Mira, ketika dipertemukan oleh H.Ajis kepada tim MITOS menjelaskan bahwa  : “Kami sebenarnya tidak tahu apa yang terjadi pada diri kami pak, karena apabila kami masuk ked alam ruko itu, tiba-tiba saja kami tak sadarkan diri, yang kami lihat sepertinya ada seorang anak perempuan kecil yang lagi memegang-megang tangan kami” ujar wanita Ani, yang juga diamini oleh Mira untuk memperkuat penjelasannya.
Hal senada disampaikan oleh H.Ajis sang pemilik warkop yang nota bene merupakan juga pemilik ruko yang dikatakan berhantu. “Itulah pak, kami menghubungi tim MITOS karena saya merasa bahwa ruko saya ini dihuni oleh mahluk gaib, yang sebenarnya ingin saya ketahui apakah mahluk ini akan mengganggu usaha saya ke depannya”  tanya H.Ajis kepada tim MITOS.
Untuk diketahui, H.Ajis ini sebenarnya salah seorang yang memiliki intuisi gaib yang mumpuni, disebabkan beberapa waktu yang lalu, dia lama berkecimpung dalam usaha perburuan benda-benda yang memiliki kekuatan gaib, seperti Batara Kara (BK), Batu Mustika Besi, Mustika Mirah Delima dan semacamnya. Untuk investasi di dunia ini, dia mengahabiskan dana yang tidak sedikit dalam perburuanya. Walaupun dalam segi bisnis dia rugi, tetapi dalam kekayaan intelektual dunia gaib, dia mendapatkan ilmu yang tidak sedikit, yang sekarang dapat membantu dirinya dalam mengembangkan usahanya. Seperti dalam menilai tempat usaha dan menilai calon rekan bisnis yang tak mungkin dicapai dengan kemampuan biasa.
Menurut pengamatan tim gaib MITOS tentang ruko tersebut, di dalam ruko itu memang dihuni oleh mahluk gaib seperti yang dikatakan oleh sang pemilik. Mahluk ini merupakan jenis jin wanita yang berwujud anak kecil, jumlah mereka sebenarnya banyak, akan tetapi yang berdomisili tetap hanya jin wanita yang bernama Mariyah, yang sering merasuki tubuh karyawati tersebut. Ruko itu sebenarnya merupakan tempat bermain anak-anak jin yang mendiami sekitar tempat itu, ruko itu dijadikan taman bermain bagi ratusan anak-anak jin. Di tempat itulah para anak jin bermain-main, ada yang belajar menari dan ada pula yang bermain petak umpet. Ketika bermain petak umpetlah ini kiranya yang mengajak karyawati warkop untuk turut bermain, sehingga sering menghilang sampai sehari penuh.
Ketika dilakukan komunikasi gaib oleh tim gaib MITOS di ruko itu, terungkap fakta bahwa pada umumnya anak-anak jin disitu menyukai kedua wanita itu berhubung karena keduanya terlihat selalu kesepian dan mereka ingin menghiburnya dengan diajak bermain-main. Apalagi kalau keduanya lagi bersedih karena mendapat teguran dari pimpinannya, sudah pasti mereka datang menghiburnya, walaupun tidak berada di lokasi ruko. Para anak jin itu merasuki keduanya kemudian menuntunnya ke ruko itu untuk bermain-main.
Tapi kenapa hanya mereka saja yang dipilihnya ? Padahal banyak orang yang memiliki hal yang sama di tempat itu? Itulah pertanyaan yang timbul di benak para pembaca. Mengapa demikian ?.
Setelah tim gaib MITOS melakukan pemeriksaan kepada kedua wanita itu, ditemukan penyebab kedua wanita itu sering kerasukan. Ternyata kedua karyawati itu memiliki penyakit yang sama, yaitu mereka pernah terkena santet atau guna-guna yang belum sembuh sehingga jin yang menghinggapi dirinya yang dikirim melalui santet, membuka dimensi gaib yang menyelimuti tubuhnya, sehingga apabila ada jin lain yang merasukinya tentu dengan mudahnya memasuki tubuhnya. Selain itu karena mereka sering melamun dan menyendiri, padahal salah satu tabiat jin adalah mendekati orang yang menyendiri dan memasuki lamunannya. Apalagi kalau semua masalah hidupnya disimpan dalam hati yang membuatnya sering sakit hati, tentu merupakan lahan yang sangat subur untuk dirasuki oleh mahluk gaib. Ditambah lagi apalagi kita sebagai manusia sering lupa untuk menyisihkan waktu sejenak melakukan kewajiban kita sebagai manusia untuk bersujud kepada Sang Khalik, yang merupakan santapan lezat bagi setan untuk memperdaya kita.
Senja telah menjelang, langit mulai memerah,matahari sudah menuju ke peraduannya, tim MITOS mulai beranjak menurungi anak tangga ruko itu. Di atas ruko terdengar suara-suara tawa canda anak kecil yang seakan memberitahukan kepada kita tentang keberadaannya. Dalam tawanya seraya mereka berbisik   “Kami tidak mengganggu kalian, kami hanya ingin bermain seperti anak kalian” (awing)

selengkapnya→

Mitos Utama
Fenomena
Liputan
DAFTAR ALAMAT
Pengobatan Alternatif
Konsultasi Gaib
Orang Pintar
Rumah Sakit
Telpon Penting
 
Copyright 2010 Majalah MITOS Makassar. All rights reserved.
Themes by MITOS | Redesign by crew Mitos