Potret Buram Makam Tuanta Salamaka


Tuanta Salamaka, Syekh Yusuf, memiliki lebih dari satu makam. yang antara lain terletak di Afrika, Srilanka, Banten, Sumenep (Madura), Makamnya di Makassar sendiri terletak di Jl.Syekh Yusuf, tepat di garis perbatasan Kota Makassar dengan Kab.Gowa.
Jasadnya telah dipindahkan Dari kuburnya  di Afrika, jasad Syekh Yusuf dipindahkan  ke Makassar, kata juru kunci makam Tuanta Salamaka kepada Wartawan MITOS. Sedangkan di Srilanka, yang dimakamkan berupa jubah dan sorban, di Banten berupa tasbih, di Sumenep, berupa jubah dan sorban.
Makam Wali besar Sulawesi Selatan ini yang terletak di beberapa daerah tersebut, sungguh sangat dihormati, dihargai, dan sangat dijaga keberadaanya. Makam yang di Afrika, pun demikian. Selalu terjaga dengan baik.
Lantas bagaimana dengan makam Syekh Yusuf di tanah kelahirannya sendiri ? Sesungguhnya sangat menyedihkan. Selama ini, keberadaan makam ulama besar tersebut, nyaris tak mendapatkan perhatian sedikitpun dari pemerintah setempat. Buktinya, orang-orang yang berziarah ke makam Tuanta Salamaka, akan senantiasa sangat terganggu oleh kelompok-kelompok preman, yang kerjanya menguras isi dompet para para peziarah. Bahkan seorang petinggi dari Malaysia, tatkala berziarah ke makam tersebut, dompetnya jadi kosong setelah keluar dari areal makam.
Di depan makam, jalan rusak dan berlubang sepanjang  100 m, sehingga kerap menimbulkan kemacetan terutama pada waktu peziarah ramai. Jalan tersebut menghubungkan ke arah makam Raja-raja Gowa, di Sungguminasa, yang berjarak sekitar 500 m.
Masyarakat peziarah ke makam Syekh Yusuf, datang dari berbagai daerah, suku, keyakinan. Baik anak bayi, orang dewasa, pengantin, orang kaya, sederhana, hingga miskin, yang kesemuanya berziarah semata – mata mengharap berkah untuk tercapainya suatu keinginan dan harapan mereka dari Allah Swt.
Selain tujuan tersebut ada juga yang berziarah dengan maksud melepas seekor kambing, sebagai rasa syukur atas terkabulnya apa yang diharapkan, sebagai pelunas nazar yang pernah diucapkan di makam itu sebelumnya

Di dalam kompleks makam, ada  perpustakaan  yang  terkesan tidak terpakai lagi. Menurut warga sekitar makam, perpustakaan tersebut akan dibuka bila ada permintaan. Maka dengan meminta kepada seseorang yang dipercaya merawat perpustakaan itu akhirnya Wartawan MITOS bisa menyaksikan isi perpustakaan, yang ternyata memang tidak terawat lagi.
Isi perpustakaan yang ada disitu tidak satupun buku tentang sejarah Syekh Yusuf dan kerabatnya yang dimakamkan di kompleks makam. Jangankan buku, gambar Syekh Yusuf  yang banyak beredar, tidak satupun yang terpajang didalam ruangan. Sedangkan buku-buku yang dapat dijumpai disitu hanya sejarah tentang daerah-daerah yang ada di Sulawesi Selatan, dan pajangan boneka dengan pakaian muslim.
Didepan gerbang makam tampak seorang yang berpakaian seragam Satpam yang dikelilingi oleh orang-orang yang tak jelas apa tugasnya, sehingga sering kali membingungkan peziarah.
Orang-orang tersebut berlomba menawarkan jasa kepada peziarah.  
“Sayapi antarki pak, bayarmaki retribusi sama saya”. desak mereka kepada peziarah. Bila memasuki areal makam mereka juga minta ongkos parkir sepatu. Tidak. Padahal di seputar makam tidak ada  lemari penitipan, seperti yang terdapat pada Mesjid Lakiung tepat disebelah kompleks makam.
Menurut beberapa peziarah yang sempat ditemui MITOS,  berharap agar makam tersebut  ditertibkan  dan dilengkapi sarana penunjang, baik dari yayasan yang dipercaya mengelola makam maupun pemerintah, supaya kondidi makam ini tidak semakin kacau.
Tujuan peziarah ke makam ini,

Jualan Bunga

Hasil pantauan Wartawan MITOS, di seputar makam Syekh Yusuf, masyarakat yang mencari nafkah disitu,  terbagi menjadi beberapa kelompok mata pencaharian. Ada yang menawarkan bunga dan perlengkapannya kepada para peziarah. Pekerjaan ini sangat membantu para peziarah yang tidak membawa perlengkapan untuk berziarah, cuma tidak sedap dipandang mata karena mereka saling berebutan untuk mendapatkan pembeli. Ketika MITOS menanyakan kepada salah satu dari mereka, mereka menjawab dengan enteng dan tanpa ragu-ragu.  “Ini masalah perut pak ! yang tidak bisa ditawar-tawar lagi karena susahnya mencari pekerjaan”. “Tinggal ma ko, tak dapat ma ki pembeli, kodong”. kata seorang ibu yang berjualan tepat di depan kompleks makam. “Rata-rata penghasilan bersih itu berkisar Rp. 20.000 per hari, pokoknya cukup mi untuk makan sekeluarga”. jelas seorang ibu yang tak mau menyebut namanya ini.
Dulu didepan makam berjejer dengan rapi lods-lods penjual bunga, Cuma karena dianggap merusak pemandangan makam serta menghambat lalu lintas kendaraan, akhirnya mereka dilarang dan lods yang   ada dibersihkan dari depan makam.
Ada juga kelompok yang berada di  depan gerbang makam sampai depan pintu masuk. Mereka terdiri dari beberapa orang sambil mendampingi security yang lagi bertugas mereka juga menganjurkan para peziarah untuk mengisi celengan yang ada didepan mereka sembari menawarkan jasa untuk mengantar  masuk ke makam, ada juga yang menjaga alas kaki peziarah dengan mengharapkan upah.  Namun semua itu terkesan seperti pemalakan, karena meminta langsung retribusi dengan ketentuan yang sudah mereka tetapkan. Setelah para peziarah keluar dari makam mereka meminta lagi untuk penjagaan alas kaki tadi. Selain itu mereka juga berebut memintah sedekah, sehingga kerapkali merubah suasana menjadi ribut.
Di dalam makam juga terdapat beberapa orang yang melakukan hal yang serupa dengan kelompok kedua tadi, karena para peziarah yang berkunjung selain memasukkan sedekah berupa uang kedalam celengan yang sudah disediakan, terdapat juga orang yang langsung memintah sedekah dengan dalih bahwa mereka membantu mengangkat tangan dalam berdoa untuk mengminkan, agar doa terkabul, sehingga secara otomatis tangan yang tadinya berdoa seketika itu juga berubah posisi menjadi tangan pengemis.
Beberapa peziarah menceritakan pengalamannya kepada MITOS. Saat peziarah berdo’a, mereka juga para premam ini ikut berdo’a. Selesai memanjatkan doa, sekejap tangan mereka dijulurkan meminta sedekah pada peziarah. Ada juga yang ziarah dengan membawa uang beberapa lembar uang 100 ribuan,  tetapi betapa kaget sambil tertawa karena merasa lucu, sebab uang dalam dompet tersebut tidak tersisa selembarpun.
Dengan kondisi seperti ini, belakangan ini masyarakat makin resah. Bahkan banyak yang berniat menziarahi makam Tuanta Salamaka tersebut, tapi urung karena kondisi kompleks makam yang semakin kacau.
A. Rimba Alam Pangerang,  Kadis Parawisata dan Kebudayaan Kab. Gowa ketika ditemui Wartawan MITOS di ruang kerjanya, terkesan pasrah dengan keadaan yang terjadi di makam Syekh Yusuf.
“Memang sudah begitu keadaannya. Mau diapakan lagi” kata  Rimba Alam Pangerang, yang juga menjadi salah seorang pengurus Yayasan Syekh Yusuf, yang membidangi masalah pendidikan.
Menurut Rimba, Pemkab Gowa pernah menempatkan Satpol PP untuk menertibkan makam, tapi kenyataannya mereka sebagai aparat  juga tak dapat bertahan lama disitu, karena masyarakat di sekitar makam melakukan perlawanan. Sejak kecil hingga dewasa mereka memang sudah disitu” keluh Kadis.
Makam Syekh Yusuf, kata Rimba,  dikelola langsung oleh Yayasan Syekh Yusuf, Dinas Parawisata dan Kebudayaan Gowa hanya melakukan koordinasi saja. Kata Rimba, namun dia tak memberi jawaban memuaskan tentang solusi yang tepat untuk mengatasi kesemrawutan di makam tersebut, yang merupakan cagar budaya yang harus dipeliharan karena dilindungi Undang-undang.
Apakah memang Pemkab Gowa tutup mata dengan keadaan ini, ataukah mereka memang tak mampu untuk mengurusnya ? Tak ada jawaban pasti (MITOS/ali/awing)


Berita Terkait:

Mitos Utama
Fenomena
Liputan
DAFTAR ALAMAT
Pengobatan Alternatif
Konsultasi Gaib
Orang Pintar
Rumah Sakit
Telpon Penting
 
Copyright 2010 Majalah MITOS Makassar. All rights reserved.
Themes by MITOS | Redesign by crew Mitos